Monday 27 October 2014

Pedoman Observasi Fase Intervensi

I. Pendahuluan

Dalam penelitian ini menggunakan jenis desain penelitian eksperimen dengan menggunakan Single Subject Desain (SSD) atau penelitian dengan subjek tunggal (Sunanto, 2005:56). Dalam penelitian subjek tunggal penelitian ini difokuskan pada data individu yang digunakan sebagai sampel penelitian hal ini diungkapkan Rasnow dan Rosenthal (dalam Sunanto, 2005:56).

Pada penelitian subjek tunggal terdapat dua kondisi berbeda yang dijadikan perbandingan. Kondisi dalam hal ini adalah kondisi baseline dan kondisi intervensi. Sesuai observasi yang terlampir disini adalah kondisi/fase intervensi. Kondisi intervensi adalah kondisi dimana suatu intervensi telah diberikan dan target behavior pada subjek penelitian diukur dibawah kondisi tersebut. “Pada penelitian subjek tunggal, selalu dilakukan perbandingan antara fase baseline dengan sekurang-kurangnya satu fase intervensi” diungkapkan oleh Hasselt dan Harsen (dalam Sunanto, 2005:56).

Penelitian ini menggunakan desain A-B, prosedur desain ini disusun atas dasar logika baseline yang menunjukkan pengulangan pengukuran perilaku atau target behavior pada sekurang-kurangnya dua kondisi yaitu kondisi baseline (A) dan kondisi intervensi (B). Dalam penelitian dengan desain khusus tunggal akan ada pengukuran target behavior pada fase baseline dan pengulangannya pada sekurang-kurangnya satu fase intervensi (Hasselt dan Harsen, 1981 dalam Sunanto, dkk, 2005:57). 

II. Petunjuk Pengisian Observasi

Selama pembelajaran berlangsung Murobbi melakukan pengamatan terhadap peserta didik yang mempunyai rendah diri yang tinggi, yang didapat dan dilihat dari indikator ciri –ciri anak yang mempunyai perasaan rendah diri dengan observasi pada fase intervensi. Berikut ini cara pengisian observasi pada fase intervensi yang dilakukan selama 10 hari berturut:
  • Guru mengamati ulang 3 siswa yang menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu siswa yang mengalami rendah diri 
  • Selama pelaksanaan intervensi ini, guru dengan cermat mengamati 3 siswa yang memiliki rendah diri yang tinggi dengan menilai apakah selama intervensi dilakukan dengan menggunakan konseling rasional emotif perilaku terdapat perubahan pada siswa
Guru memberikan pengamatan kepada 3 siswa yang dijadikan subyek penelitian, dengan cara memberikan centangan dan menghitung frekuensi atau berapa banyak dalam satu hari itu ketika melihat perilaku 3 siswa yang dijadikan sebagai subyek penelitian sesuai dengan indikator rendah diri yang sudah terlampir setelah diberikan treatment

Pedoman Observasi Fase Baseline

I. Pendahuluan

Dalam penelitian ini menggunakan jenis desain penelitian eksperimen dengan menggunakan Single Subject Desain (SSD) atau penelitian dengan subjek tunggal (Sunanto, 2005:56). Dalam penelitian subjek tunggal penelitian ini difokuskan pada data individu yang digunakan sebagai sampel penelitian hal ini diungkapkan Rasnow dan Rosenthal (dalam Sunanto, 2005:56).

Pada penelitian subjek tunggal terdapat dua kondisi berbeda yang dijadikan perbandingan. Kondisi dalam hal ini adalah kondisi baseline dan kondisi intervensi. Sesuai observasi yang terlampir disini adalah kondisi/fase baseline. Kondisi baseline adalah kondisi dimana pengukuran target behavior pada subjek penelitian dilakukan dalam keadaan natural sebelum diberikan intervensi apapun. “Pada penelitian subjek tunggal, selalu dilakukan perbandingan antara fase baseline dengan sekurang-kurangnya satu fase intervensi” diungkapkan oleh Hasselt dan Harsen (dalam Sunanto, 2005:56).

Penelitian ini menggunakan desain A-B, prosedur desain ini disusun atas dasar logika baseline yang menunjukkan pengulangan pengukuran perilaku atau target behavior pada sekurang-kurangnya dua kondisi yaitu kondisi baseline (A) dan kondisi intervensi (B). Dalam penelitian dengan desain khusus tunggal akan ada pengukuran target behavior pada fase baseline dan pengulangannya pada sekurang-kurangnya satu fase intervensi (Hasselt dan Harsen, 1981 dalam Sunanto, dkk, 2005:57). Penelitian ini dilakukan selama 6 hari pada fase baseline dan selama 10 hari pada fase intervensi. 

II. Petunjuk Pengisian Observasi

Selama pembelajaran berlangsung Murobbi melakukan pengamatan terhadap peserta didik yang mempunyai rendah diri yang tinggi, yang didapat dan dilihat dari indikator ciri –ciri anak yang mempunyai perasaan rendah diri dengan observasi pada fase baseline. Berikut ini cara pengisian observasi pada fase baseline yang dilakukan selama 6 hari berturut:
  • Guru mengamati 3 siswa yang menjadi subyek penelitian, yaitu siswa yang memiliki perasaan rendah diri yang tinggi
  • Setiap siswa mempunyai tingkat rendah diri yang berbeda-beda, untuk itu guru harus cermat dalam melakukan pengisian observasi terhadap 3 siswa tersebut.
Guru memberikan pengamatan kepada 3 siswa yang dijadikan subyek penelitian, dengan cara memberikan centangan dan menghitung frekuensi atau berapa banyak dalam satu hari itu ketika melihat perilaku 3 siswa yang dijadikan sebagai subyek penelitian sesuai dengan indikator rendah diri yang sudah terlampir.

Sunday 28 September 2014

Hubungan Sekolah dan Masyarakat

Keberhasilan pendidikan tidak hanya ditentukan oleh proses pendidikan di sekolah dan tersedianya sarana dan prasarana saja, tetapi juga ditentukan oleh lingkungan keluarga dan atau masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah (sekolah), keluarga dan masyarakat. Ini berarti mengisyaratkan bahwa orang tua murid dan masyarakat mempumyai tanggung jawab untuk berpartisipasi, turut memikirkan dan memberikan bantuan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

Partisipasi yang tinggi dari orang tua murid dalam pendidikan di sekolah merupakan salah satu ciri dari pengelolaan sekolah yang baik, artinya sejauhmana masyarakat dapat diberdayakan dalam proses pendidikan di sekolah adalah indicator terhadap manajemen sekolah yang bersangkutan. Pemberdayaan masyarakat dalam pendidikan ini merupakan sesuatu yang esensial bagi penyelenggaraan sekolah yang baik (Kumars, 1989). Tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pendidikan di sekolah ini nampaknya memberikan pengaruh yang besara bagi kemajuan sekolah, kualitas pelayanan pembelajaran di sekolah yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kemajuan dan prestasi belajar anak-anak di sekolah. Hal ini secara tegas dinyatakan oleh Husen (1988) dalam penelitiannya bahwa siswa dapat belajar banyak karena dirangsang oleh pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru dan akan berhasil dengan baik berkat usaha orang tua mereka dalam memberikan dukungan.

Penelitian lain yang memperkuat apa yang dikemukakan di atas dinyatakan oleh Levine & Hagigust, 1988) yang menyatakan bahwa Lingkungan keluarga, cara perlakuan orang tua murid terhadap anaknya sebagai salah satu cara/bentuk partisipasi mereka dalam pendidikan dapat meningkatkan intelektual anak. Partisipasi orang tua ini sangat tergantung pada ciri dan kreatifitas sekolah dalam menggunakan pendekatan kepada mereka. Artinya masyarakat akan berpartisipasi secara optimal terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah sangat tergantung pada apa dan bagaimana sekolah melakukan pendekatan dalam rangka memberdayakan mereka sebagai mitra penyelenggaraan sekolah yang berkualitas. Hal ini ditegaskan oleh Brownell bahwa pengetahuan masyarakat tentang program merupakan awal dari munculnya perhatian dan dukungan. Oleh sebab itu orang tua/masyarakat yang tidak mendapatkan penjelasan dan informasi dari sekolah tentang apa dan bagaimana mereka dapat membantu sekolah (lebih-lebih di daerah pedesaan) akan cenderung tidak tahu apa yang harus mereka lakukan, bagaimana mereka harus melakukan sesuatu untuk membantu sekolah. Hal tersebut sebagai akibat dari ketidak -mengertian mereka.

Di negara-negara maju, sekolah memang dikreasikan oleh masyarakat, sehingga mutu sekolah menjadi pusat perhatian mereka dan selalu mereka upayakan untuk dipertahankan. Hal ini dapat terjadi karena mereka sudah meyakini bahwa sekolah merupakan cara terbaik dan meyakinkan untuk membina perkembangan dan pertumbuhan anak-anak mereka. Mengingat keyakinan yang tinggi akan kemampuan sekolah dalam pembentukan anak-anak mereka dalam membangun masa depan yang baik tersebut membuat Mereka berpartisipasi secara aktif dan optimal mulai dalam perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan sekolah, karena kesadaran yang tinggi dari masyarakat yang bersangkutan. Pentingnya keterlibatan orang tua/masyarakat akan keberhasilan pendidikan ini telah dibuktikan kebenarannya oleh Richard Wolf dalam penelitiannya yang menyimpulkan bahwa terdapat korelasi yang sangat signifikan (0.80) antara lingkungan keluarga dengan prestasi belajar. Penelitian lain di Indonesia juga telah membuktikan hal yang sama.

Partisipasi yang tinggi tersebut nampaknya belum terjadi di negara berkembang (termasuk Indonesia). Hoyneman dan Loxley menyatakan bahwa di negara berkembang sebagian besar keluarga belum dapat diharapkan untuk lebih banyak membantu dan mengarahkan belajar murid, sehingga murid di negara berkembang sedikit waktu yang digunakan dalam belajar. Hal ini disebabkan banyak masyarakat/orang tua murid belum paham makna mendasar dari peran mereka terhadap pendidikan anak. Bahkan Made Pidarta menyatakan di daerah pedesaan yang tingkat status sosial ekonomi yang rendah, mereka hampir tidak menghiraukan lembaga pendidikan dan mereka menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab pendidikan anaknya kepada sekolah.

Lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada dan terjadi di sekeliling proses pendidikan itu berlangsung, (Manusia dan lingkungan fisik). Semua keadaan lingkungan tersebut berperan dan memberikan kontribusi terhadap proses peningkatan kualitas pendidikan dan atau kualitas lulusan pendidikan. Perhatian Top Manajemen (Kepala Sekolah) seharusnya berupaya untuk mengintegrasikan sumber-sumber pendidikan dan memanfaatkannya seoptimal mungkin, sehingga semua sumber tersebut memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas. Salah satu sumber yang perlu dikelola adalah lingkungan masyarakat atau orang tua murid, termasuk stakeholders. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah: Mengapa Manajemen Pendidikan perlu Menangani Masyarakat (perlu Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat), secara optimal baik orang tua murid, stakeholders, tokoh masyarakat maupun institusi yang ada di lingkungan sekolah.

Organisasi sekolah adalah organisasi yang menganut sistem tebuka, sebagai sistem terbuka berarti lembaga pendidikan mau tidak mau, disadari atau tidak disadari akan selalu terjadi kontak hubungan dengan lingkungannya yang disebut sebagai supra sistem. Kontak hubungan ini dibutuhkan untuk menjaga agar sistem atau lembaga itu tidak mudah punah. Suatu organisasi yang mengisolasi diri, termasuk sekolah sebagai organisasi apabila tidak melakukan kontak dengan lingkungannya maka dia lambat laun akan mati secara alamiah (tidak dapat eksis), karena organisasi hanya akan tumbuh dan berkembang apabila didukung dan dibutuhkan oleh lingkungannya. Hanya sistem terbuka yang memiliki megantropy, yaitu suatu usaha yang terus menerus untuk menghalangi kemungkinan terjadinya entropy atau kepunahan. Ini berarti hidup matinya lembaga pendidikan akan sangat tergantung dan ditentukan oleh usaha sekolah itu sendiri, dalam arti sejauhmana dia mampu menjaga dan memelihara komunikasinya dengan masyarakat luas atau dia mau menjadi organisasi terbuka.

Dalam kenyataan sering kita temui sekolah yang tidak punya nama baik di masyarakat akhirnya akan mati. Hal ini disebabkan karena sekolah itu tidak mampu membuat hubungan yang baik dan harmonis dengan masyarakat pendukungnya. Dengan berbagai alasan masyarakat tidak mau menyekolahkan anaknya di suatu sekolah, yang akhirnya membuat sekolah itu mati dengan sendirinya. Demikian pula sebaliknya sekolah yang bermutu akan dicari bahkan masyarakat akan membayar dengan biaya mahal asalkan anaknya diterima di sekolah tersebut. Adanya sekolah favorit dan tidak favorit ini nampaknya sangat terkait dengan kemampuan kepala sekolah mengadakan pendekatan dan hubungan dengan para pendukungnya di masyarakat, seperti tokoh masyarakat, tokoh pengusaha, tokoh agama dan tokoh politik atau tokoh kepemerintahan (stakeholders).

Karena itu sejak lama Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan itu berlangsung pada tiga lingkungan yaitu lingkungan Keluarga, Sekolah dan Masyarakat. Artinya pendidikan tidak akan berhasil kalau ketiga komponen itu tidak saling bekerjasama secara harmonis. Kaufman menyebutkan patner/mitra pendidikan tidak hanya terdiri dari guru dan siswa saja, tetapi juga para orang tua/masyarakat.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa lembaga pendidikan bukanlah lembaga yang berdiri sendiri dalam membina pertumbuhan dan perkembangan putra-putra bangsa, melainkan ia merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat yang luas, dan bersama masyarakat membangun dan meningkatkan segala upaya untuk memajukan sekolah. Hal ini dapat tercipta apabila lembaga pendidikan mau membuka diri dan menjelaskan kepada masyarakat tentang apa dan bagaimana masyarakat dapat berperan dalam upaya membantu sekolah/lembaga pendidikan memajukan dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan.

Sekolah pada hakekatnya melaksanakan dan mempunyai fungsi ganda terhadap masyarakat, yaitu memberi layanan dan sebagai agen pembaharuan bagi masyarakat sekitarnya, yang oleh Stoop disebutnya sebagai fungsi layanan dan fungsi pemimpin (fungsi untuk memajukan masyarakat melalui pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas). Setiap aktivitas pendidikan, apalagi yang bersifat inovatif, seharusnya dikomunikasikan dengan masyarakat khususnya orang tua siswa, agar mereka mengerti mengapa aktivitas tersebut harus dilakukan oleh sekolah dan pada sisi mana mereka dapat berperan membantu sekolah dalam merealisasikan program inovatif tersebut

Administrasi Hubungan Sekolah dengan Masyarakat

A. PENDAHULUAN 
1. Latar Belakang
Berbagai persoalan yang dihadapi oleh dunia pendidikan sampai lembaga pendidikan di era globalisasi dan desentralistik (otonomi daerah) menuntut team work yang solid antara pihak sekolah itu sendiri dengan pihak luar, baik instansi atasan maupun masyarakat. Melalui Manajemen Berbasis Sekolah, maka administrasi hubungan sekolah dengan masyarakat menjadi kunci sukses di dalamnya. Dan ketika hubungan sekolah dengan masyarakat ini dapat berjalan harmonis dan dinamis dengan sifat pedagogis, sosiologis dan produktif, maka diharapkan tercapai tujuan utama yaitu terlaksananya proses pendidikan di sekolah secara produktif, efektif, efisien dan berhasil sehingga menghasilkan out-put yang berkualitas secara inteletual, spritual dan sosial. Oleh karena itu pada pembahasan makalah ini kami bahas tentang “ Administrasi Hubungan Sekolah dengan Masyarakat ”. Semoga dengan pembahasn ini dapat menambah keharmonisan hubungan sekolah deangan masyarakat.
1. Rumusan Masalah
Berangkat dari uraian singkat di atas, tim penusun dapat merumuskan masalah yang menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini yaitu:
  • Bagaimana Posisi Sekolah dalam Masyarakat.
  • Pentingnya Membina Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
  • Bagaimana Model / Jenis Hubungan Sekolah dengan Masyarakat

B. POSISI SEKOLAH DENGAN MASYARAKAT
1. Sekolah dan Masyarakat
Istilah “sekolah” disini merupakan sebuah konsep yang luas, yang mencangkup baik lembaga pendidikan formal maupun lembaga pendidikan nonformal. Sedangkan istilah “masyarakat” merupakan konsep yang mengacu pada semua individu, kelompok, lembaga atau organisasi yang berada diluar sekolah sebagai lembaga pendidikan.

Keberhasilan pendidikan tidak hanya ditentukan oleh proses pendidikan di sekolah dan tersedianya sarana dan prasarana saja, tetapi juga ditentukan oleh lingkungan keluarga dan atau masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah (sekolah), keluarga dan masyarakat. Ini berarti mengisyaratkan bahwa orang tua murid dan masyarakat mempumyai tanggung jawab untuk berpartisipasi, turut memikirkan dan memberikan bantuan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

Partisipasi yang tinggi dari orang tua murid dalam pendidikan di sekolah merupakan salah satu ciri dari pengelolaan sekolah yang baik, artinya sejauhmana masyarakat dapat diberdayakan dalam proses pendidikan di sekolah adalah indicator terhadap manajemen sekolah yang bersangkutan. Pemberdayaan masyarakat dalam pendidikan ini merupakan sesuatu yang esensial bagi penyelenggaraan sekolah yang baik (Kumars, 1989). Tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pendidikan di sekolah ini nampaknya memberikan pengaruh yang besara bagi kemajuan sekolah, kualitas pelayanan pembelajaran di sekolah yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kemajuan dan prestasi belajar anak-anak di sekolah. Hal ini secara tegas dinyatakan oleh Husen (1988) dalam penelitiannya bahwa siswa dapat belajar banyak karena dirangsang oleh pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru dan akan berhasil dengan baik berkat usaha orang tua mereka dalam memberikan dukungan.

Penelitian lain yang memperkuat apa yang dikemukakan di atas dinyatakan oleh Levine & Hagigust, 1988) yang menyatakan bahwa Lingkungan keluarga, cara perlakuan orang tua murid terhadap anaknya sebagai salah satu cara/bentuk partisipasi mereka dalam pendidikan dapat meningkatkan intelektual anak. Partisipasi orang tua ini sangat tergantung pada ciri dan kreatifitas sekolah dalam menggunakan pendekatan kepada mereka. Artinya masyarakat akan berpartisipasi secara optimal terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah sangat tergantung pada apa dan bagaimana sekolah melakukan pendekatan dalam rangka memberdayakan mereka sebagai mitra penyelenggaraan sekolah yang berkualitas. Hal ini ditegaskan oleh Brownell bahwa pengetahuan masyarakat tentang program merupakan awal dari munculnya perhatian dan dukungan. Oleh sebab itu orang tua/masyarakat yang tidak mendapatkan penjelasan dan informasi dari sekolah tentang apa dan bagaimana mereka dapat membantu sekolah (lebih-lebih di daerah pedesaan) akan cenderung tidak tahu apa yang harus mereka lakukan, bagaimana mereka harus melakukan sesuatu untuk membantu sekolah. Hal tersebut sebagai akibat dari ketidak -mengertian mereka.

Di negara-negara maju, sekolah memang dikreasikan oleh masyarakat, sehingga mutu sekolah menjadi pusat perhatian mereka dan selalu mereka upayakan untuk dipertahankan. Hal ini dapat terjadi karena mereka sudah meyakini bahwa sekolah merupakan cara terbaik dan meyakinkan untuk membina perkembangan dan pertumbuhan anak-anak mereka. Mengingat keyakinan yang tinggi akan kemampuan sekolah dalam pembentukan anak-anak mereka dalam membangun masa depan yang baik tersebut membuat Mereka berpartisipasi secara aktif dan optimal mulai dalam perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan sekolah, karena kesadaran yang tinggi dari masyarakat yang bersangkutan. Pentingnya keterlibatan orang tua/masyarakat akan keberhasilan pendidikan ini telah dibuktikan kebenarannya oleh Richard Wolf dalam penelitiannya yang menyimpulkan bahwa terdapat korelasi yang sangat signifikan (0.80) antara lingkungan keluarga dengan prestasi belajar. Penelitian lain di Indonesia juga telah membuktikan hal yang sama.

Partisipasi yang tinggi tersebut nampaknya belum terjadi di negara berkembang (termasuk Indonesia). Hoyneman dan Loxley menyatakan bahwa di negara berkembang sebagian besar keluarga belum dapat diharapkan untuk lebih banyak membantu dan mengarahkan belajar murid, sehingga murid di negara berkembang sedikit waktu yang digunakan dalam belajar. Hal ini disebabkan banyak masyarakat/orang tua murid belum paham makna mendasar dari peran mereka terhadap pendidikan anak. Bahkan Made Pidarta menyatakan di daerah pedesaan yang tingkat status sosial ekonomi yang rendah, mereka hampir tidak menghiraukan lembaga pendidikan dan mereka menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab pendidikan anaknya kepada sekolah.

1. Pentingnya Membina Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Kalau dianalisis dari pengertian hubungan masyarakat di atas,sedikitnya ada dua kepentingan dalam manajemen pendidikan. pertama, kepentingan sekolah. Kepentingan sekolah dapat dilihat dari pemberian informasi dari pihak sekolah kepada masyarakat,sehingga masyarakat membentuk opini tersendiri terhadap sekolah. Kepentingan lain agar sekolah dapat mengerti berbagai sumber yang ada dalam masyarakat yang dapat didayagunakan untuk kepentingan belajar mengajar dan usaha pendidikan pada umumnya.

Kedua, kepentingan masyarakat. Dilihat dari segi kepentingan masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa masyarakat dapat mengambil manfaat dan menyerap hasil-hasil pemikiran dan perkembangan pengetahuan dan teknologi yang berguna bagi masyarakat itu sendiri. Pengertian, penerimaan dan pemahaman masyarakat akan membentuk persepsi masyarakat terhadap sekolah.

Sedangkan hakikat humas dalam manajemen pendidikan Islam dapat kita artikan sebagai suatu proses hubungan timbal balik antara lembaga pendidikan Islam dengan masyarakat yang dilandasi dengan I’tikad saling mengenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum), saling mengasihi (tarahum), saling menolong (ta’awun), dan saling menanggung[3] (takaful) dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang telah direncanakan sebelumnya yang didasarkan pada nilai-nilai dalam ajaran Islam.

Lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada dan terjadi di sekeliling proses pendidikan itu berlangsung, (Manusia dan lingkungan fisik). Semua keadaan lingkungan tersebut berperan dan memberikan kontribusi terhadap proses peningkatan kualitas pendidikan dan atau kualitas lulusan pendidikan. Perhatian Top Manajemen (Kepala Sekolah) seharusnya berupaya untuk mengintegrasikan sumber-sumber pendidikan dan memanfaatkannya seoptimal mungkin, sehingga semua sumber tersebut memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas. Salah satu sumber yang perlu dikelola adalah lingkungan masyarakat atau orang tua murid, termasuk stakeholders.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah: Mengapa Manajemen Pendidikan perlu Menangani Masyarakat (perlu Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat), secara optimal baik orang tua murid, stakeholders, tokoh masyarakat maupun institusi yang ada di lingkungan sekolah. Organisasi sekolah adalah organisasi yang menganut sistem tebuka, sebagai sistem terbuka berarti lembaga pendidikan mau tidak mau, disadari atau tidak disadari akan selalu terjadi kontak hubungan dengan lingkungannya yang disebut sebagai supra sistem. Kontak hubungan ini dibutuhkan untuk menjaga agar sistem atau lembaga itu tidak mudah punah. Suatu organisasi yang mengisolasi diri, termasuk sekolah sebagai organisasi apabila tidak melakukan kontak dengan lingkungannya maka dia lambat laun akan mati secara alamiah (tidak dapat eksis), karena organisasi hanya akan tumbuh dan berkembang apabila didukung dan dibutuhkan oleh lingkungannya. Hanya sistem terbuka yang memiliki megantropy, yaitu suatu usaha yang terus menerus untuk menghalangi kemungkinan terjadinya entropy atau kepunahan. Ini berarti hidup matinya lembaga pendidikan akan sangat tergantung dan ditentukan oleh usaha sekolah itu sendiri, dalam arti sejauhmana dia mampu menjaga dan memelihara komunikasinya dengan masyarakat luas atau dia mau menjadi organisasi terbuka.

Dalam kenyataan sering kita temui sekolah yang tidak punya nama baik di masyarakat akhirnya akan mati. Hal ini disebabkan karena sekolah itu tidak mampu membuat hubungan yang baik dan harmonis dengan masyarakat pendukungnya. Dengan berbagai alasan masyarakat tidak mau menyekolahkan anaknya di suatu sekolah, yang akhirnya membuat sekolah itu mati dengan sendirinya. Demikian pula sebaliknya sekolah yang bermutu akan dicari bahkan masyarakat akan membayar dengan biaya mahal asalkan anaknya diterima di sekolah tersebut. Adanya sekolah favorit dan tidak favorit ini nampaknya sangat terkait dengan kemampuan kepala sekolah mengadakan pendekatan dan hubungan dengan para pendukungnya di masyarakat, seperti tokoh masyarakat, tokoh pengusaha, tokoh agama dan tokoh politik atau tokoh kepemerintahan (stakeholders).

Karena itu sejak lama Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan itu berlangsung pada tiga lingkungan yaitu lingkungan Keluarga, Sekolah dan Masyarakat. Artinya pendidikan tidak akan berhasil kalau ketiga komponen itu tidak saling bekerjasama secara harmonis. Kaufman menyebutkan patner/mitra pendidikan tidak hanya terdiri dari guru dan siswa saja, tetapi juga para orang tua/masyarakat.  Dari uraian di atas jelaslah bahwa lembaga pendidikan bukanlah lembaga yang berdiri sendiri dalam membina pertumbuhan dan perkembangan putra-putra bangsa, melainkan ia merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat yang luas, dan bersama masyarakat membangun dan meningkatkan segala upaya untuk memajukan sekolah. Hal ini dapat tercipta apabila lembaga pendidikan mau membuka diri dan menjelaskan kepada masyarakat tentang apa dan bagaimana masyarakat dapat berperan dalam upaya membantu sekolah/lembaga pendidikan memajukan dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan. Sekolah pada hakekatnya melaksanakan dan mempunyai fungsi ganda terhadap masyarakat, yaitu memberi layanan dan sebagai agen pembaharuan bagi masyarakat sekitarnya, yang oleh Stoop disebutnya sebagai fungsi layanan dan fungsi pemimpin (fungsi untuk memajukan masyarakat melalui pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas).

Setiap aktivitas pendidikan, apalagi yang bersifat inovatif, seharusnya dikomunikasikan dengan masyarakat khususnya orang tua siswa, agar mereka mengerti mengapa aktivitas tersebut harus dilakukan oleh sekolah dan pada sisi mana mereka dapat berperan membantu sekolah dalam merealisasikan program inovatif tersebut. Dengan hubungan yang harmonis tersebut ada beberapa manfaat pelaksanaan hubungan sekolah dengan masyarakat (School Public Relation) yaitu: Bagi Sekolah/lembaga pendidikan :
  1. Memperbesar dorongan mawas diri, sebab seperti diketahui konsep pendidikan sekarang adalah oleh masyarakat, untuk masyarakat dan dari masyarakat serta mulai berkembangnya impelementasi manajemen berbasis sekolah, maka pengawasan sekolah khususnya kualitas sekolah akan dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat antara lain melalui dewan pendidikan dan komite sekolah.
  2. Memudahkan/meringankan beban sekolah dalam memperbaiki serta meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan di tingkat sekolah. Hal ini akan tercapai apabila sekolah benar-benar mampu menjadikan masyarakat sebagai mitra dalam pengembangan dan peningkatan sekolah. Masyarakat akan mendukung sepenuhnya serta membantunya apabila sekolah mampu menunjukkan kinerja yang berkualitas.
  3. Memungkinkan upaya peningkatan profesi mengajar guru. Sebab pada dasarnya laboratorium terbaik bagi lembaga pendidikan adalah masyarakatnya sendiri.
  4. Opini masyarakat tentang sekolah akan lebih positif/benar. Opini yang positif akan sangat membantu sekolah dalam mewujudkan segala program dan rencana pengembangan sekolah secara optimal, sebab opini yang baik merupakan modal utama bagi sekolah untuk mendapatkan bantuan dari berbagai pihak.
  5. Masyarakat akan ikut serta memberikan kontrol/koreksi terhadap sekolah, sehingga sekolah akan lebih hati-hati.
  6. Dukungan moral masyarakat akan tumbuh terhadap sekolah sehingga memudahkan mendapatkan bantuan material.

Bagi Masyarakat, dengan adanya hubungan yang harmonis antar sekolah dengan masyarakat maka :
  • Masyarakat/orang tua murid akan mengerti tentang berbagai hal yang menyangkut penyelenggaraan pendidikan di sekolah
  • Keinginan dan harapan masyarakat terhadap sekolah akan lebih mudah disampaikan dan direalisasikan oleh pihak sekolah.
  • Masyarakat akan memiliki kesempatan memberikan saran, usul maupun kritik untuk membantu sekolah menciptakan sekolah yang berkualitas.

C. MODEL HUBUNGAN KERJA SAMA ANTARA SEKOLAH DENGAN MASYARAKAT
Dalam administrasi Humas ada lima[4] model hubungan masyarakat dan sekolah yaitu:

1. Hubungan Sekolah dengan Komite Sekolah 
Perubahan paradigma penyelenggaraan pendidikan dalam era reformasi, dan era otonomi penyelenggaraan pendidikan sampai pada tingkat kabupaten/kota dan bahkan otonomi pada tingkat sekolah, memberikan keleluasaan bagi setiap sekolah untuk berkreasi dan berinovasi dalam penyelenggaraan sekolah. Dengan demikian diharapkan akan memacu percepatan peningkatan mutu penyelenggaraan sekolah yang pada gilirannya mempercepat peningkatan mutu hasil belajar secara keseluruhan.  Konsekuensi dari paradigma pendidikan yang memberikan otonomi sampai pada tingkat sekolah menuntut sekolah untuk memberdayakan semua sumber daya yang dimilikinya. Salah satu sumber daya yang sangat potensial dan dimiliki oleh sekolah adalah masyarakat dan orang tua murid.

Di Amerika Serikat, pengembangan sekolah dipedesaan atau di daerah-daerah urban berada di tangan dewan masyarakat sekolah (SCC=School Community Council). Dewan ini terdiri dari unsur-unsur tenaga professional pendidikan dan anggota masyarakat, dalam rangka pengembangan staf.  Aspek struktural dari pelibatan masyarakat berarti adanya kesamaan atau keseimbangan antar struktur yang terlibat dalam pembuatan keputusan. Aspek prosedural pelibatan masyarakat berarti mengandung makna adanya kesamaan masukan dari kelompok professional dan anggota-anggota masyarakat dalam menentukan aktivitas pengembangan staf untuk meningkatkan praktek-praktek penyelenggaraan sekolah yang berkualitas. Secara organisatoris dewan SCC ini memiliki tanggung jawab bersama sekolah untuk meningkatkan mutu pelayanan sekolah. Di sisi lain SCC ini ternyata juga mempunyai tanggung jawab untuk melakukan analisis kebutuhan sekolah dan kebutuhan masyarakat melalui survey yang dilakukannya.

Hasil analisis yang dilakukan dewan ini didiskusikan bersama pihak sekolah dengan melibatkan para ahli seperti konsultan dan sebagainya untuk diterjemahkan menjadi kebijakan dan program sekolah.  Kebijakan model pelibatan masyarakat dalam pendidikan melalui lembaga SCC seperti di Amerika ini sebenarnya sudah sejak lama dikenal dan dilakukan oleh pendididikan dan persekolahan di Indonesia, mulai dari POM, POMG, BP3, hingga sekarang yang dikenal dengan Komite Sekolah. Tetapi hasilnya belum terlalu nampak karena keterlibatan mereka lebih banyak pada membantu keuangan sekolah. Akhir-akhir ini pemerintah Indonesia dalam hal ini Depdiknas membuat kebijakan baru dengan mengganti istilah BP3 menjadi Dewan Pendidikan di tingkat Kabupaten/Kota dan Komite Sekolah di tingkat sekolah.  Pemerintah (Depdiknas) pada saat ini memberikan peluang kepada sekolah dalam pemberdayaan masyarakat melalui suatu lembaga yang dikukuhkan dengan Peraturan Pemerintah yaitu Dewan Sekolah atau Komite Sekolah.

2. Komunikasi dengan masyarakat dan lingkungan di luar sekolah
Adalah merupakan sesuatu kenyataan bahwa, sekolah tidak merupakan sesuatu yang berdiri sendiri terpisah dari dunia luar, melainkan berada dalam suatu sistem masyarakat yang telah tetap.

Kehadiran sekolah berlandaskan kemauan baik negara dan masyarakat yang mendukungnya. Oleh karena itu orang-orang yang bekerja di sekolah mau tidak mau harus bekerja sama dengan masyarakat. Masyarakat di sini dapat tberwujud orang tua murid, badan-badan, organisasi-organisasi, baik negeri maupun swasta. Salah satu alasan mengapa sekolah perlu dukungan dari masyarakat tempat sekolah itu berada ialah karena sekolah harus dibiayai. Tugas sekolah di sini ialah bagaimana menumbuhkan rasa ikut memiliki (senseaf belonging) dan rasa ikut bertanggung jawab (senseresponsibility) masyarakat terhadap sekolah. Dalam hal iniperhimpunan administrator sekolah di Amerika Serikat (the American Association of School Administrators) telah mengumpulkan beberapa indikator (petunjuk) tentang hubungan sekolah dengan masyarakat, yaitu bahwa para kepala sekolah harus memahami:
  1. Unsur-unsur penting pada anggota masyarakat lingkungan sekolah, kesetiaan, kepatuhan dan perasaan terikat yang ada pada masyarakat, cara-cara beraksi, menangani idea baru.
  2. Tradisi dan adat –istiadat.
  3. Organisasi anggota masyarakat.
  4. Kepemimpinan/struktur kekuatan yang terdapat dalam masyarakat.
  5. Situasi fisik masyarakat, ciri-ciri pengelompokkan formil dan hubungan ciri-ciri populasi.

Jika para kepala sekolah memperoleh keterangan-keterangan di atas, berarti ia mendapat informasi yang diperlukan untuk mengembangkan hubungan yang sehat dan sukses antara sekolah dan masyarakat.
3. Hubungan Sekolah dengan Pemerintah dan Masyarakat yang Terorganisasi 
Hubungan Sekolah dengan Pemerintah
Dalam era otonomi sekolah, khususnya dengan implementasi pendekatan manajemen sekolah berbasis masyarakat, sekolah memang memiliki keleluasaan dan atau otonomi yang lebih luas. Otonomi pemerintahan yang berbasis pada pemerintah daerah Kabupaten/Kota meletakkan pembinaan dan penyelenggaraan pendidikan berada di tingkat Kabupaten dan Kota, sehingga nampaknya peranan Pemerintah provinsi dan pusat tidak dominan. Meskipun demikian bukan berarti pusat dan propinsi tidak memiliki tanggung jawab terhadap pendidikan. Dalam paradigm otonomi seperti sekarang diperlukan kemampuan sekolah (baca kepala sekolah) untuk membangun kerjasama yang harmonis dengan berbagai institusi pemerintahan mulai dari tingkat pusat sampat dengan tingkat Kabupaten/kota/Kecamatan bahkan kelurahan.

Di samping institusi pemerintahan, sekolah juga perlu membangun kerjasama yang sinergis dengan lembaga masyarakat seperti karang taruna, kepramukaan dan berbagai lembaga LSM yang bergerak dalam membantu dan membangun pendidikan. Hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam kerjasama dengan lembaga ini adalah jangan sampai sekolah larut dan dapat dibawa kepada masalah-masalah lain selain untuk kepentingan pendidikan. Sekolah tdak boleh terbawa arus kepada kegiatan politik praktis dan kepentingan kelompok tertentu.

Kerjasama dengan berbagai institusi tersebut di atas menjadi kemutlakan bagi sekolah dalam upaya mengembangkan sekolah secara optimal, sebab sekolah adalah lembaga interaksi social yang tidak bias lepas dari masyarakat secara keseluruhan, khususnya masyarakat di sekitarnya. Banyak hal yang tidak dapat dilakukan sekolah tanpa bantuan masyarakat tersebut, katakannlah sekolah mengadakan perayaan ulang tahun sekolah, untuk menjaga keamanan, maka sekolah mutlak meminta bantuan kepolisian atau petugas keamanan lingkungan setempat. Berbagai bentuk kerjasama yang dapat dikembangkan dengan berbagai institusi tersebut antara lain:
  1. Pemberian dan atau penggunaan fasilitas bersama. Berbagai fasilitas yang tidak dimiliki oleh sekolah mungkin saja terdapat dan dimiliki oleh lembaga tertentu. Untuk menunjang kegiatan pendidikan sekolah dapat membangun kerjasama dengan pemilik fasilitas tersebut. Misalnya tempat pameran, gedung olah raga dan lain-lain.
  2. Pelaksanaan kegiatan peningkatan kemampuan siswa. Misalnya sekolah ingin meningkatkan pemahaman dan kemampuan siswa tentang kesehatan, dapat bekerjasama dengan puskesmas dalam memanfaatkan berbagai fasilitas termasuk fasilitas SDM, ingin melaksanakan pentas seni sekolah dapat bekerjasama dengan lembaga kesenian di masyarakat untuk memanfaatkan berbagai fasilitas kesenian (alat-alat seni, seperti seni tradisional).
  3. Pemanfaatan sumber daya manusia secara mutualism, sekolah dapat memanfaatkan sumber daya manusia di masyarakat dan sebaliknya masyarakat dapat memanfaatkan sumber daya manusia yang dimiliki sekolah. 

Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat Terorganisasi
Pada saat ini sangat banyak masyarakat yang mengikat dirinya dalam satu kelompok organisasi, baik yang bersifat organisasi social, organisasi profesi, organisasi untuk community tertentu yang bersifat kedaerahan maupun organisasi yang mementingkan laba. Dari berbagai organisasi tersebut di atas banyak sekali yang sangat peduli terhadap pendidikan, tetapi tidak sedikit juga organisasi yang menjadi stressor bagi dunia pendidikan.

Di sadari bahwa organisasi-organisasi tersebut sangat besar peranannya dalam membantu pendidikan apabila diberdayakan secara optimal dan murni. Beberapa oraganisasi yang memfokuskan dirinya terhadap pendidikan antara lain:
  1. Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)
  2. Ikatan Sarjana Manajemen Pendidikan Indonesia (ISMAPI)
  3. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
  4. Masyarakat Peduli Pendidikan Indonesia
  5. Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKINS)
  6. Gerakan nasional Orang Tua Asuh (GN OTA)65
  7. Himpunan Masyarakat Psikologi Indonesia (HIMAPSI)
  8. Kelompok Budayawan, Seni Tari dan Musik. dan lain-lain

Organisasi tersebut sangat besar manfaatnya apabila sekolah mampu menjadikannya sebagai mitra bagi pengembangan dan peningkatan mutu sekolah. Sebagai contoh: kalau sekolah ingin meningkatkan bagaimana implementasi manajemen berbasis sekolah yang berkualitas, maka Ikatan sarjana Manajemen Pendidikan Indonesia yang ada di masing-masing daerah dapat dimanfaatkan sebagai mitra, baik dalam pengembangan konsep, implementasi kegiatan maupun dalam pembinaan sehari-hari. Hal yang sama juga dapat dilakukan kerjasama dengan kelompok seni tari, misalnya kalau sekolah menyelenggarakan ekstra kurikuler seni tari musik atau drama.  Sangat mungkin suatu sekolah pada masa sekarang ingin meningkatkan peran guru di samping sebagai pengajar juga sebagai pembimbing. Untuk meningkatkan kemampuan guru tersebut sekolah dapat bekerja sama dengan asosiasi bimbingan ABKINS (Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia), atau juga dengan HIMAPSI (himpunan Masyarakat psikologi Indonesia).

Dalam kenyataan sehari-hari sering terjadi organisasi masyarakat melaksanakan kegiatannya justeru menggunakan sekolah sebagai sasarannya, seperti pengabdian masyarakat mereka tentang penyuluhan NARKOBA, hal ini harus dimanfaatkan oleh sekolah sebagai peluang dalam pembinaan siswa di sekolahnya. Oleh sebab itu tidak salah kalau sekolah selalu memprogramkan berbagai kegiatan tersebut sebagai upaya meningkatkan mutu di sekolah (pemahaman mutu disini bukan sekedar nilai UAN).

4. Hubungan antara Sekolah dengan Orang Tua Peserta Didik
Hubungan ini juga disebut hubungan edukatif.[7] Banyak cara yang efektif untuk menjalin hubungan sekolah dengan orangtua dan keluarga peserta didik serta masyarakat. Hubungan yang efektif dimaksudkan untuk membantu pengembangan pendidikan anak dalam lingkungan inklusif ramah terhadap pembelajaran. Hubungan efektif sekolah, orangtua dan masyarakat dapat dilakukan melalui:
  • Mengadakan pertemuan dengan keluarga dan kelompok masyarakat untuk memperkenalkan diri anda. Jelaskan kepada mereka makna keragaman dalam kelas dan pelajaran yang ramah.
  • Jadwalkan diskusi informal, satu atau dua kali dalam setahun dengan orangtua dan komite sekolah untuk menggali potensi belajar anak mereka. Tunjukkan contoh hasil karya anak, tekankan bakat dan prestasi yang dimiliki anak, dan bicarakan bagaimana agar dapat belajar lebih baik jika ia bisa mengatasi hambatannya.
  • Kirim hasil karya anak ke rumahnya agar orangtuanya mengetahui perkembangan potensi anaknya kemudian mintalah pendapat mereka.
  • Biasakanlah anak membahas apa yang telah dipelajari di rumah dengan memanfaatkan informasi pelajaran yan diperoleh dari sekolah. Juga komunikasikan dengan orang tua bagaimana dan apa yang telah dipelajari di kelas dengan mengaitkan kegiatan dan perannya di rumah. Dengan kata lain, tunjukkan bagaimana pengetahuan yang diperoleh di kelas bisa digunakan di rumah dan di masyarakat.
  • Lakukan kunjungan sumber belajar di masyarakat atau minta anak mewawancarai orangtuanya, atau kakek-neneknya tentang kegiatan saat masa kanak-kanak dalam kehidupan bermasyarakat.

5. Memberi pengertian kepada masyarakat tentang fungsi sekolah melalui teknik-teknik komunikasi. 
Media-media hubungan sekolah dengan masyarakat
  • Media Visual (majalah, gambar, poster-poster dsb)
  • Media Audio (microphone, telephone, handphone, telegram dll).
  • Media Audio Visual (televisi, film, dsb).

Jalur-Jalur komunikasi Sekolah dengan Masyarakat
Ada beberapa jalur yang mungkin dapat ditempuh walaupun demikian jalur yang paling menguntungkan adalah jalur yang langsung berhubungan dengan murid dan situasi pertemuan langsung (face to face). Jalur-jalur lain yang mungin dapat ditempuh dalam humas adalah:
a)      Peserta didik
b)      Surat-surat selebaran dan buletin sekolah
c)      Mass Media
d)     Pertemuan Informal
e)      Laporan Kemajuan
f)       Kontak Formal

Saturday 13 September 2014

Teori Perkembangan Karir Buhler

Teori Perkembangan Karir Buhler

Derajat kehidupan dalam perkembangan pilihan karir (1965)

1. Derajat Pertumbuhan (0 th-14th)
  • Fantasi, pada usia 4 th-10 th
  • Minat, pada usia 10 th- 12 th
  • Kecakapan, pada usia 12 th – 14 th
2. Derajat penyelidikan 15 th – 24 th
  • Masa tentative, pada usia 15 th – 17 th
  • Transisi, pada usia 18 th – 21 th
  • Mencoba-coba, pada usia 22 th- 24 th
3. Derajat kepastian (25 th – 44 th)
  • Individu telah mendapatkan bidang yang tersedia, ia berjuang agar hal ini merupakan pegangan yang tetap bagi dirinya ttapi ada kemungkinan mencoba-coba atau ganti pada bidang lain (25 th- 30 th)
  • Bergerak kearah stabilisasi
4. Derajat Pemeliharaan

Dalam periode ini individu mendapatkan kepastian kerja dalam kerjanya dan berusaha untuk mmpertahankannya.

5. Derajat Penurunan / Pengurangan (>65 th)
  • Terlihat adanya kemunduran pada proses fisik dan mental
  • Individu mulai menjadi observer sebagai peranan baru dan berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan social (65 th – 70 th) kemudian mengalami kemunduran fisik dan psikis (>71 th) .
PERILAKU SOSIAL

 Sebagai makhluk sosial, seorang individu sejak lahir hingga sepanjang hayatnya senantiasa berhubungan dengan individu lainnya atau dengan kata lain melakukan relasi interpersonal. Dalam relasi interpersonal itu ditandai dengan berbagai aktivitas tertentu, baik aktivitas yang dihasilkan berdasarkan naluriah semata atau justru melalui proses pembelajaran tertentu. Berbagai aktivitas individu dalam relasi interpersonal ini biasa disebut perilaku sosial.

Krech et. al. (1962:104-106) mengungkapkan bahwa untuk memahami perilaku sosial individu, dapat dilihat dari kecenderungan-kecenderungan ciri-ciri respon interpersonalnya, yang terdiri dari :

  1. Kecenderungan Peranan (Role Disposition); yaitu kecenderungan yang mengacu kepada tugas, kewajiban dan posisi yang dimiliki seorang individu,
  2. Kecenderungan Sosiometrik (Sociometric Disposition); yaitu kecenderungan yang bertautan dengan kesukaan, kepercayaan terhadap individu lain, dan
  3. Ekspressi (Expression Disposition), yaitu kecenderungan yang bertautan dengan ekpresi diri dengan menampilkan kebiasaaan-kebiasaan khas (particular fashion).
Lebih jauh diuraikan pula bahwa dalam kecenderungan peranan (Role Disposition) terdapat pula empat kecenderungan yang bipolar, yaitu :

1. Ascendance-Social Timidity,

Ascendance yaitu kecenderungan menampilkan keyakinan diri, dengan arah berlawanannya social timidity yaitu takut dan malu bila bergaul dengan orang lain, terutama yang belum dikenal.

2. Dominace-Submissive

Dominace yaitu kecenderungan untuk menguasai orang lain, dengan arah berlawanannya kecenderungan submissive, yaitu mudah menyerah dan tunduk pada perlakuan orang lain.

3. Social Initiative-Social Passivity
social initiative yaitu kecenderungan untuk memimpin orang lain, dengan arah yang berlawanannya social passivity yaitu kecenderungan pasif dan tak acuh.

4. Independent-Depence

Independent yaitu untuk bebas dari pengaruh orang lain, dengan arah berlawanannya dependence yaitu kecenderungan untuk bergantung pada orang lain
Dengan demikian, perilaku sosial individu dilihat dari kecenderungan peranan (role disposition) dapat dikatakan memadai, manakala menunjukkan ciri-ciri respons interpersonal sebagai berikut :

(1) yakin akan kemampuannya dalam bergaul secara sosial;
(2) memiliki pengaruh yang kuat terhadap teman sebaya;
(3) mampu memimpin teman-teman dalam kelompok; dan
(4) tidak mudah terpengaruh orang lain dalam bergaul.

Sebaliknya, perilaku sosial individu dikatakan kurang atau tidak memadai manakala menunjukkan ciri-ciri respons interpersonal sebagai berikut :

(1) kurang mampu bergaul secara sosial;
(2) mudah menyerah dan tunduk pada perlakuan orang lain;
(3) pasif dalam mengelola kelompok; dan
(4) tergantung kepada orang lain bila akan melakukan suatu tindakan.

Teori Perkembangan Karir Havigurst

Teori Perkembangan Karir Havigurst

Tugas perkembangan menurut Havighurt adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan oleh individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu. Apabila individu tersebut berhasil mencapai tugas perkembangannya di periode tersebut maka ia akan bahagia, namun sebaliknya bila ia tidak mencapai atau gagal pada tugas perkembangannya maka ia akan kecewa dan dicela oleh orang tua atau masyarakatnya, selain itu ia juga akan mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas perkembangan di fase berikutnya.

Yang menjadi sumber dari tugas-tugas perkembangan menurut Havighurt adalah:

1.    Kematangan fisik
2.    Tuntutan masyarakat atau budaya dan nilai-nilai
3.    Aspirasi individu

1. Tugas Perkembangan Masa Bayi dan Kanak-Kanak Awal (0,0–6.0)
·       Belajar berjalan pada usia 9.0 – 15.0 bulan.
·       Belajar memakan makan padat.
·       Belajar berbicara.
·       Belajar buang air kecil dan buang air besar.
·       Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin.
·       Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis.
·       Membentuk konsep-konsep sederhana kenyataan sosial dan alam.
·       Belajar mengadakan hubungan emosional dengan orang tua, saudara, dan orang lain.
·       Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk dan pengembangan kata hati.

2. Tugas Perkembangan Masa Kanak-Kanak Akhir dan Anak Sekolah (6,0-12.0)
·       Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan.
·       Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis.
·       Belajar bergaul dengan teman sebaya.
·       Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya.
·       Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung.
·       Belajar mengembangkan konsep-konsep sehari-hari.
·       Mengembangkan kata hati.
·       Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi.
·       Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial.

3. Tugas Perkembangan Masa Remaja (12.0-21.0)
·       Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya.
·       Mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita.
·       Menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif.
·       Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
·       Mencapai jaminan kemandirian ekonomi.
·       Memilih dan mempersiapkan karier.
·       Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga.
·       Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan bagi warga negara.
·       Mencapai perilaku yang bertanggung jawab secara sosial.
·       Memperoleh seperangkat nilai sistem etika sebagai petunjuk/pembimbing dalam berperilaku.

4. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal
·       Memilih pasangan.
·       Belajar hidup dengan pasangan.
·       Memulai hidup dengan pasangan.
·       Memelihara anak.
·       Mengelola rumah tangga.
·       Memulai bekerja.
·       Mengambil tanggung jawab sebagai warga negara.
·       Menemukan suatu kelompok yang serasi.

Tugas perkembangan dalam kaitannya dengan kematangan pilihan pekerjaan (Havigurst, 1961)
1. Tingkat TK
  • Peningkatan kemampuan untuk menolong dirinya sendiri;
  • Identifikasi jenis kelamin orang tua;
  • Peningkatan kemampuan untuk memimpin diri sendiri.
2. Tingkat SD
  • Kemampuan untuk mengerti tentang perusahaan;
  • Pemilihan aktivitas yang sesuai dengan salah satu kemampuannya;
  • Penerimaan tanggung jawab salah satu aktivitas;
  • Pemilihan salah satu aktivitas di sekitar rumah;
3. Tingkat SMP
  • Meningkatatkan kemampuan dan kecakapan;
  • Memilih lanjutan studi atau bekerja;
  • Memilih ketrampilan yang sesuai;
  • Perkembangan dari kebebasan;
4. Tingkat Pemuda (SMA dan PT)
  • Memilih PT atau bekerja;
  • Memilih jurusan yang sesuai;
  • Memilih pekerjaan yang cocok;
  • Perkembangan ketrampilan suatu pekerjaan;
5. Manusia Dewasa
  • Stabilitas dalam waktu pekerjaan;
  • Perlengkapan untuk keamanan masa depan;
  • Penemuan suatu cara yang tepat untuk suatu kemajuan;
6. Masa Tua
  • Perlahan-lahan siap untuk pengunduran diri;
  • Menemukan aktivitas yang cocok untuk pemanfaatan waktu luang;
  • Memelihara persediaan hidup selama mungkin;

Friday 12 September 2014

Perkembangan Sosio-Emosional

A. Perkembangan sosio-emosional pada masa kanak-kanak

Kanak-kanak merupakan salah satu masa dalam tahapan perkembangan manusia yang memiliki karakteristik-karakteristik psikologis tertentu. Dalam hal ini, anak memiliki bakat bawaan dari lahir yang menjadi potensi alamiah mereka. Bakat-bakat bawaan itu akan maksimal jika ditentukan oleh rangsangan-rangsangan dari lingkungan sekitar anak, yaitu keluarga, teman, dan sekolah. Pola pendidikan dan pengajaran oleh lingkungan sekitar anak diharapkan dapat menyesuaikan dengan tahapan perkembangan pada masa kanak-kanak. Dengan demikian, tujuan dari program-program yang dibuat akan dapat diraih secara efektif.

Emosi merupakan salah satu aspek perkembangan yang melekat pada diri anak-anak. Kondisi emosi itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu : positif, misal gembira dan negatif, misal sedih. Konsep emosi cukup penting bila dikaitkan dengan fungsinya dalam hubungan interpersonal. Dalam hal ini, ekspresi emosi akan menjadi fasilitasi bagi seorang anak untuk dapat mengungkapkan perasaannya, perilakunya, serta keinginan-keinginannya.

 Pada hubungan anak dan orangtua, ekspresi emosi merupakan bahasa pertama kali dalam berkomunikasi. Seorang bayi telah mampu bereaksi terhadap ekspresi wajah dan nada suara orang tuanya. Sebaliknya, orang tua akan berusaha membaca makna dari tangisan bayinya. Seiring dengan usia, pola emosi yang diajarkan orangtua pada anak-anaknya akan membawa dampak terhadap perkembangan emosi seseorang. Orangtua yang mengajari anak untuk dapat mengontrol emosi dan memandang emosi negatif sebagai hal yang wajar, disertai dengan cara-cara mengatasinya akan memunculkan kemampuan anak dalam mengatur emosi sehingga menghindarkan anak dari masalah-masalah perilaku.

Pada masa kanak-kanak, dibutuhkan kemampuan untuk dapat mengungkapkan emosinya secara positif, termasuk sebab-akibat dari perasaan yang mereka miliki. Di samping itu, anak diharapkan mulai mampu merefleksikan emosi yang mereka rasakan sekaligus mengatur emosi mereka sesuai dengan konteks sosial yang ada. Dalam hal ini, orang-orang di sekeliling anak dapat membantu perkembangan emosionalnya dengan bersikap lebih peka terhadap perasaan dan kebutuhan anak.

Orang dewasa seharusnya membantu anak untuk dapat memahami emosi yang mereka rasakan sekaligus belajar untuk mengekspresikannya secara positif di dalam kehidupan sehari-hari. Seiring dengan waktu, emosi memainkan peran yang kuat terhadap hubungan sosial seorang anak. Seorang anak yang dapat mengatur emosi secara positif akan menjadi anak yang populer dan disenangi oleh teman-temannya.

Aspek lain dalam perkembangan kepribadian anak adalah pemahaman atau konsep diri. Pada masa kanak-kanak awal, anak biasanya memiliki pemahaman diri yang bersifat fisik ataupun aktivitas yang mereka lakukan. Ketika anak ditanya tentang siapa mereka, maka jawaban yang muncul biasanya berkisar pada ukuran tubuh atau aktivitas yang disenanginya. Konsep pemahaman diri ini menjadi lebih bersifat internal pada masa kanak-kanak menengah dan akhir. Anak-anak yang berada pada tingkat Sekolah Dasar telah mampu menyebutkan sifat-sifat psikologis dalam mendeskripsikan dirinya. Di samping itu, aspek sosial cukup memegang peranan besar dalam memahami konsep dirinya. Pada saat ini, anak mulai membandingkan keadaan dirinya dengan keadaan orang-orang di sekitarnya, terutama teman sebayanya.

Perkembangan sosio emosional pada anak permulaan masuk SD mulai mengembangkan keterampilan berpikir, bertindak, dan pengaruh sosial yang lebih kompleks. Seiring bertambahnya kelas dan dengan berlangsungnya pendidikan dan pengajaran di sekolah, anak semakin rnengembangkan konsentrasi dalam mengerjakan sesuatu termasuk mengerjakan tugas sekolah, mengevaluasi diri sendiri dibandingkan dengan orang lain. Pada akhir SMP anak sudah mencapai perkembangan sosio emosional yang lebih stabil dan sudah mengembangkan cara-cara pencapaian identitas.

Perkembangan sosial pada masa kanak-kanak tumbuh dari hubungan mereka yang erat dengan orang tua atau pengasuh lain, termasuk anggota keluarga. Interaksi sosial diperluas dari rumah ke tetangga, dan dari taman kanak-kanak ke sekolah dasar. Tetapi, pengaruh orang tua selalu yang paling kuat. Diane Baumrind (1983) mengidentifikasi tiga gaya atau cara orang tua dalam mendidik anaknya, meliputi (1)  tingkat kontrol orang tua terhadap anak; (2) kejelasan komunikasi orang tua dan anak; (3) tuntutan orang tua kepada anak untuk menjadi matang.
  • Orang tua otoriter (authoritarian parents)
  • Melarang anak dengan mengorbankan otonomi anak
  • Tidak mendorong sikap memberi dan menerima (give and take)
  • Menganggap bahwa anak-anak seharusnya menerima otoriter orang tua tanpa banyak pertanyaan dan cenderung keras
  • Orang tua yang permisif (cenderung membiarkan dan tidak tegas)
  • Memberi kebebasan sebanyak mungkin pada anak-anak mereka
  • Menempatkan harapan-harapan pada anak-anak mereka
  • Orang tua yang dapat dipercaya (authoritative)
  • Menghargai kemampuan anak secara langsung pada waktu anak bertingkah laku, sekaligus menunjukkan standar tingkah laku mereka sendiri
  • Bersedia berkompromi; berharap agar standar tingkah laku mereka bertemu dengan standar anak
  • Bersikap hangat, tapi juga menuntut
- Perkembangan sosio-emosional pada masa pra-remaja

Selama masa ini (6-12 tahun), banyak orang-orang atau lembaga yang telah mempengaruhi sosial anak-anak. Pada masa ini, hubungan antar teman menjadi sangat penting. Diterima oleh kelompok dan menjadi anggota kelompok merupakan tujuan utama. Kemudian, antara umur 7-9 tahun membentuk persahabatan yang erat dengan kelompoknya yang sejenis. Mereka cenderung melihat kelompok mereka sebagai model tingkah laku dan sebagai social reinforcement, seperti yang sering mereka lihat pada keluarga mereka sendiri. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa anak-anak telah mempercayakan teman-temannya sebagai sumber sosial dan sebagai pemberi dukungan moral.

Masalah-masalah yang berhubungan dengan perkembangan fisik, kognitif, dan sosial pada anak-anak ini adalah umum. Walaupun remaja pada umumnya bahagia dan optimis, mereka juga mempunyai banyak ketakutan, seperti tidak diterima oleh kelompoknya, tidak mempunyai sahabat, dihukum oleh orang tua, mempunyai orang tua yang bercerai, tidak melaksanakan tugas sekolah, dan sakit hati.

Emosi lain dari masa ini meliputi marah (ketakutan tidak dapat mengontrol kemarahan), merasa bersalah, frustasi, dan iri hati. Pra remaja membutuhkan bantuan dalam menyadari bahwa emosi-emosi ini adalah sesuatu yang wajar sebagai bagian dari pertumbuhan mereka.      

- Perkembangan sosio-emosional pada masa remaja

Adolescence (remaja) adalah transisi dari masa anak-anak ke usia dewasa. Periode ini dimulai sekitar usia sepuluh atau dua belas tahun sampai usia delapan belas atau dua puluh tahun. Remaja mulai mengalami perubahan fisik yang cepat, seperti: bertambahnya tinggi dan berat badan, dan perkembangan fungsi seksual.

Perkembangan remaja dimulai dengan masa puber, yaitu sekitar 12-14 tahun. Masa puber atau permulaan remaja adalah suatu masa saat perkembangan fisik dan intelektual berkembang sangat cepat. Pertengahan masa remaja adalah masa yang lebih stabil untuk menyesuaikan diri dan berintegrasi dengan perubahan permulaan remaja, kira-kira umur 14-16 tahun. Remaja akhir kira-kira umur 18-20 tahun ditandai dengan transisi untuk bertanggung jawab, membuat pilihan, dan berkesempatan untuk mulai menjadi dewasa.

Salah satu ciri remaja adalah kecendrungan untuk berpikir tentang apa yang terjadi pada pikiran seseorang dan mempelajari dirinya sendiri. Remaja mulai melihat lebih dekat diri mereka sendiri untuk mendefinisikan bahwa diri mereka berbeda. Mereka mudah menjadi tidak puas dengan diri mereka sendiri, mengkritik sifat-sifat pribadi mereka, membandingkan diri mereka dengan orang lain, dan mencoba mengubah seperti diri orang lain atau teman lain.

Berikut adalah beberapa konsep dalam perkembangan sosio-emosional pada masa remaja hingga dewasa yang diambil secara umum dari teori psikososial Erickson.

a. Identitas

Menurut Erikson (salah satu tokoh psikologi) tahap selama remaja adalah berpusat pada siapa saya, dengan identitas apa sebetulnya saya.

Perubahan pubertas memerlukan remaja untuk mengubah konsep fisik mereka, menyesuaikan diri terhadap harapan-harapan teman dan keluarga serta membuat keputusan tentang peranan sekolah dan tingkah laku. Kemampuan intelektual remaja tumbuh, termasuk kecendrungan baru tentang refleksi diri dan juga membuat perubahan dalam konsep diri dan integrasi terhadap keterampilan logika baru.
  1. Mereka menaruh perhatian besar pada cara orang lain memandang mereka.
  2. Mereka mencari sesuatu yang sudah berlalu, misalnya mencari tahu tentang asal usul mereka, siapa saja keluarga besar mereka, pengalaman-pengalaman mereka waktu kecil dan masa kanak-kanak.
  3. Mereka bertingkah pada perasaan dan mengekspresikan kepercayaan serta pendapat mereka; remaja menilai tinggi “kejujuran” dan bertingkah laku dengan cara-cara “benar” untuk dirinya sendiri.
b. Otonomi

Perkembangan kepribadian lain yang penting pada masa remaja adalah tuntutan otonomi yang bertambah untuk menentukan dirinya sendiri. Kesadaran remaja untuk berkembang sama seperti orang dewasa berkembang, dan kemampuan mereka untuk menganalisis dan memperbaiki rencana mereka menjadi bertambah sulit jika mereka menerima pengarahan orang dewasa. Remaja tahu bahwa mereka harus bertanggung jawab untuk perbuatan mereka seperti halnya orang dewasa dan mereka perlu berlatih bahwa bertanggung jawab adalah sangat penting.

· Penyesuaian diri

Pada saat yang sama ketika remaja sedang mencari otonomi dari orang tua mereka dan orang lain, mereka juga sedang mencari penyesuaian (conformity) untuk dapat diterima oleh kelompok mereka. Untuk bisa diterima, mereka mungkin membentuk “peraturan-peraturan kelompok” yang melarang masuk siapa saja yang tidak mengikuti aturan mereka, termasuk cara berpakaian, bahasa, dan tingkah laku kelompok. Meskipun kelompok merupakan suatu pernyataan emansipasi sosial, tidak terlepas dari adanya bahaya, sebab setiap pembentukan kelompok kecendrungan kohesi bertambah kuat.

· Perkembangan pribadi

Persahabatan, popularitas, konflik dengan kelompoknya, berkencan, dan berhubungan seksual, semuanya menghabiskan waktu dan energi remaja yang cukup besar. Pada permulaan remaja, dua kebutuhan baru muncul, yaitu: (1) kebutuhan akan hubungan dengan orang lain secara akrab dimana dia dapat menyampaikan perasaan-perasaannya dan pikiran-pikirannya; (2) kebutuhan untuk kepuasan seks. Tugas remaja adalah mengembangkan keterampilan untuk berhubungan dengan orang lain secara akrab dan mulai mengembangkan hubungan yang akan menuju pilihan patner untuk kepuasan seks.

· Keintiman

Harry Stack Sullivan (1953) menyampaikan suatu hipotesis untuk menggambarkan perubahan dalam hubungan penting anak sampai dewasa. Menurut Sullivan, tingkah laku manusia dibentuk oleh usaha kita untuk tetap menjalin hubungan dengan orang lain secara enak dan menyenangkan. Kita sering bertindak untuk menghindari kecemasan akan retaknya hubungan dengan orang lain. Hubungan manusia berkembang, seperti anak juga berkembang. Karena hubungan makin luas, keterampilan sosial baru diperlukan dan anak-anak perlahan-lahan bergabung dengan masyarakat luas. Hubungan dengan orang lain dan perasaan aman adalah kebutuhan manusia yang paling penting dan ini memberikan motivasi untuk tingkah laku sosial dan perkembangan.

Belajar mengembangkan komunikasi yang akrab dengan teman lawan jenis maupun teman sejenis adalah salah satu tugas remaja yang penting. Keakraban dengan teman sejenis lebih mudah untuk dicapai karena mereka mempunyai perubahan yang sama, dan biasa bagi mereka. Keakraban atau keintiman dengan kelompok dari jenis kelamin lain lebih sulit. Karena faktanya, keakraban yang demikian sering melibatkan kebutuhan yang lain, yaitu kebutuhan seks. Mereka tidak ingin dibingungkan antara persahabatan sebagai teman biasa dan sebagai teman untuk memenuhi kebutuhan seks. Remaja yang baik tahu bahwa orang dewasa yang matang dapat memelihara hubungan yang baik dengan lawan jenis sampai pada saatnya mereka diperbolehkan untuk berhubungan seks.

Remaja telah menghabiskan waktu untuk kegiatan sosial dan bersenang-senang dengan seorang lawan jenis. Pertama adalah keterlibatan mereka dengan kelompok jenis kelamin yang sama, kemudian dengan lawan jenis, tetapi kencan masih belum formal. Mereka lebih mementingkan bagaimana cara menyesuaikan diri antara laki-laki dan perempuan. Berkencan merupakan hal penting dalam proses pembentukan identitas, karena berkencan membiarkan remaja mencoba berperan sebagai laki-laki dan perempuan. Reaksi dari lawan jenis memberikan informasi tentang bagaimana berperan sebagai laki-laki atau perempuan.

Menurut Erikson, kencan adalah langkah menuju tahap mencapai identitas. Pada tahap awal, kedewasaan ditandai dengan perhatian terhadap lawan jenis dengan lebih intim. Persahabatan berkembang sebagai dua identitas sampai pada menemukan pasangan tetap. Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa proses perkembangan remaja meliputi masa transisi biologis yaitu pertumbuhan dan perkembangan fisik. Transisi kognitif yaitu perkembangan kognitif remaja pada lingkungan sosial dan juga proses sosioemosional dan yang terakhir adalah masa transisi sosial yang meliputi hubungan dengan orang tua, teman sebaya, serta masyarakat sekitar.

Thursday 11 September 2014

Layanan Penempatan dan Penyaluran BK

1. Perencanaan
  • Mengidentifikasi kondisi individu
  • Menetapkan subyek/sasaran layanan penempatan
  • Menetapkan fasilitas layanan
  • Menyiapkan kelengkapan administrasi
2. Pelaksanaan

  • Mengorganisasikan kegiatan layanan penempatan dan penyaluran
  • Mengisi materi layanan penempatan dan penyaluran
3. Analisis Hasil Evaluasi

  • Menetapkan norma / standar analisis
  • Melakukan analisis
  • Menafsirkan hasil analisis
4.Tindak Lanjut

  • Menetapkan jenis dan arah tindak lanjut
  • Mengkomunikasikan rencana tindak lanjut kepada pihak terkait
  • Melaksanakan rencana tindak lanjut
5. Laporan

  • Menyusun laporan layanan penempatan dan penyaluran
  • Menyampaikan laporan kepada pihak terkait
  • Mendokumentasikan laporan layanan penempatan dan penyaluran