Asesmen Psikologi


A. SEJARAH PERKEMBANGAN ASESMEN PSIKOLOGIS

Sangat sulit diketahui kapan sebenarnya tes mulai digunakan oleh manusia. Pada jaman kekaisaran Cina konon untuk ujian pegawai negeri digunakan selama 2000 tahun. Sedangkan di Yunani kuno testing merupakan pendamping tetap proses pendidikan yang mempunyai fungsi untuk mengukur penguasaan fisik dan intelektual (Doyle, 1974)

Untuk mengidentifikasi perkembangan test sampai menghasilkan alat ukur  seperti yang kita ketahui dewasa ini, maka bisa kita mulai  pada perkembangan abad 19. Pada abad ini mulai muncul minat untuk memberikan pengobatan pada orang-orang gila dan orang yang terbelakang mentalnya. Pada jaman sebelumnya kelompok orang-orang ini selalu disingkirkan, dicemooh bahkan disiksa. Berkaitan dengan kepedulian inilah akhirnya muncul kebutuhan untuk mengidentifikasikan dan mengklasifikasikan kasus-kasus tersebut dan menetapkan standar penerimaan dan system klasifikasi yang obyektif

Langkah pertama yang dilakukan adalah membedakan antara orang gila dengan orang yang terbelakang mentalnya. Orang gila menampilkan gangguan- gangguan emosional yang mungkin disertai atau tidak oleh penurunan daya intelektual yang semula normal, sedangkan orang terbelakang mental pada dasarnya memiliki kerusakan intelektual sejak lahir atau semasa kecil. Hal ini dipaparkan secara eksplisit pertamakali oleh Esquirol ( 1838) seorang dokter dari Perancis dalam bukunya yang berisi tentang jenis-jenis keterbelakangan mental.

Seguin, juga seorang dokter dari Perancis kemudian mengadakan pelatihan untuk orang-orang yang memiliki keterbelakangan mental dan beranggapan, bahwa mereka dapat disembuhkan. Pada tahun 1837, ia mendirikan sekolah pertama untuk pendidikan ank-anak dengan keterbelakang mental. Pada tahun 1848 dia hijrah ke AS dan di sana gagasannya diterima. Sejumlah metode telah dikembangkan oleh Seguin, diantaranya adalah Seguin Form Board. Dalam tes ini individu diminta untuk memsaukkan balok-balok yang berbeda bentuknya ke dalam lubang-lubang secepat mungkin.

Setengah abad setelah karya Esquirol dan Seguin, psikolog Perancis Alfred Binet mendesak agar anak-anak yang gagal memberikan respon pada sekolah yang normal diperiksa dan jika masih bisa dididik nak-anak itu ditempatkan pada kelas-kelas khusus., Bersama rekannya akhirnya Binet mendorong pemerintah Perancis untuk mengambil langkah memperbaiki kondisi anak-anak terbelakang mental tersebut. Hasil dari  desakan tersebut adalah terbentuknya komisi pada tingkat kementerian untuk studi tentang anak-anak terbelakang mental dan  Binet ditugaskan di situ. Penugasan ini merupakan peristiwa besar dalam sejarah perkembanngan testing psikologis.

B. TOKOH- TOKOH  PENYUMBANG PERKEMBANGAN ASESMEN TES PSIKOLOGIS

1. Whilhelm Wundt

Wundt merupakan psikolog eksperimental pertama yang memperkenalkan psikologi sebagai ilmu. Dalam laboratoriumnya di Leibzig pada tahun 1879, Wundt meneliti kepekaan pada stimuli visual, pendengaran dan indera-indera lainnya yang menyangkut waktu reaksi. Fenomena indrawi inilah yang pada akhirnya teercermin dalam tes-tes psikologis yang pertama. Para psikolog eksperimen juga mempengaruhi perkembangan tes psikologi dalam menunjukkan kendali yang ketat pada kondisi observasi, hal ini kemudian dikenal dengan istilah standardisasi, yang nantinya merupakan ciri-ciri khusus yang harus dimiliki suatu tes psikologi.

2. Francis Galton

Galton adalah biolog Inggris merupakan ahli yang sangat menentukan dalam perkembangan tes psikologis. Penelitiannya yang terpenting adalah tentang hereditas Dari hasil penelitiannya Galton menyadari pentingnya pengukuran ciri-ciri dari orang yang masih mempunyai hubungan keluarga dan yang tidak mempunyai hubungan keluarga. Galton juga mengembangkan tes-tes sederhana dalam laboratorium “anthropometis”nya, misalnya batang Galton, suatu alat untuk mengukur pembedaan panjang visual, peluit Galton untuk mengukur suara  paling melengking yang dapat didengar telinga manusia dan rangkaiabn berat yang digunakan untuk mengukur pembedaan kinaestetik.

Galton merasa yakin bahwa tes perbedaan indrawi dapat mengukur intelek seseorang. Menurut pendapatnya, satu-satunya cara yang dapat menghubungkan informasi dari luar dengan manusia adalah alat-alat indra. Semakin perseptif indra akan perbedaan, maka semakin besar pula bidang terapan penilaian dan inteligensi manusia. Orang yang memiliki keterbelakangan mental yang ekstrim cenderung terganggu kemampuan membedakan antara panas ,dingin, dan rasa sakit.

3. James McKeen Catell

Catell adalah psikolog Amerika, ia merupakan orang terpenting dalam perkembangan tes psikologis karena ia mencoba menghubungkan ilmu eksperimen dengan gerakan testing yang lebih baru. Pada tahun 1890 Catell menggunakan istilah “tes mental” untuk pertama kalinya dalam artikel yang ditulisnya. Tes tersebut merupakan tes individual yang meliputi ; ukuran-ukuran kekuatan otot, kecepatan gerakan, sensivitas pada pada rasa sakit, ketajaman penglihatan dan pendengaran, pembedaan berat, waktu reaksi dan sebagainya.

Kemudian tes-tes berikutnya mulai bermunculan. Kraepelin (1895) menyusun tes untuk kepentingan klinis. Ebbinghaus (1897) membuat tes komputasi arimatik,rentang memori dan melengkapi kalimat bagi anak-anak sekolah.

Apa yang telah dikemukakan Catell, Kraepelin, dan Ebbinghaus di atas kemudian mendapatkan kritik dari Binet dan Henri, karena terlalu indrawi dan berkonsentrasi pada kemampuan-kemampuan yang sederhana.

4. Alfred Binet.

Pada tahun 1904 Menteri Pengajaran umum Perancis menugaskan Binet untuk mempelajari prosedur-prosedur untuk pendidikan anak-anak yang memiliki keterbelakangan. Binet bekerjasama dengan Simon untuk menyiapkan skala Binet-Simon pada tahun 1905.  Skala tes ini diatur dengan tingkat kesulitan yang semakin lama semakin tinggi dan ditujukan untuk anak normal berusia 3 sampa 11 tahun.

Tahun 1908 dilakukan revisi dan diujicobakan kepada 300 anak normal yang berusia antara 3 sampai 13 tahun. Dan revisi teakhir dilakukan tahu 1986 oleh Thorndike dkk, pada revisi kali ini tes Binet mengalami perubahan yang cukup besar sesuai dengan perkembangan teori dan psikometeri yang semakin canggih.

C. PENGGUNAAN TES DALAM BIMBINGAN KONSELING


Bimbingan merupakan suatu usaha pemberian bantuan  kepada murid dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapinya. Salah satu hal yang penting dalam memberikan bimbingan adalah memahami murid secara keseluruhan, baik masalah yang dihadapinya, maupun latar belakangnya. Dengan demikian murid akan mendapatkan bantuan yang tepat dan terarah. Pemahaman murid ini merupakan salah satu langkah yang harus dilaksanakan oleh pembimbing.
Untuk dapat memahami murid dengan sebaik – baiknya, maka pembimbing perlu sekali mengumpulkan berbagai keterangan atau data tentang masing – masing murid. Data yang terkumpul akan menentukan tingkat pemahaman dan jenis bantuan yang diberikan. Oleh karena itu dalam rangka pelayanan bmibngan. para pembimbing harus melaksanakan pelayanan ini sebelum pelayanan yang lain dilaksanakan ( I. Djumhur & Moh. Surya, 1975 )
Jenis data yang dikumpulkan hendaknya meliputi beberapa aspek yang berhubungan dengan diri murid. Teknik pengumpulan data ada beberapa macam. Salah satunya teknik pengumpulan data untuk memahami murid adalah “Tes Psikologis”. Test Psikologis digunakan untuk mengumpulkan data yang bersifat potensi seperti: intelegensi, bakat minat, kepribadian, sikap dan sebagainya. Untuk melaksanakannya dapat mempergunakan tes psikologis yang sudah tersedia. Oleh karena itu di dalam  permberian bimbungan diperlukan program khusus  meliputi baik program non tes maupun program testing.

1.      Program Testing :

      Kegiatan program testing dilaksanakan atas dasar prinsip – prinsip :
bahwa setiap anak akan belajar sesuai dengan kemampuan masing – masing. Kemampuan ini harus diketahui oleh sekolah, agar murid akan mendapkan hasil yang maksimal dari kegiatan belajarnya.
ada beberapa individual antar murid – murid dalam aspek – aspek bakat, intelgensi, sikap, kepribadian dan minat.
guru akan menghadapi murid – murid yang relative berbeda dari tahun ke tahun.

Atas dasar ke tiga prinsip tersebut, maka program testing merupakan langkah yang penting, terutama dalam pengumpulan data untuk mengehaui kemampuan murid. Program testing dapat dilaksanakan pada awal tahun, pertengahan atau akhir tahun. Atau dilaksanakan secara insidentil, sesuai dengan kebutuhan.
Pada umumnya testing diselengarkan pada awal tahun karena dari hasil testing itulah kemudian dibuat rencana bimbingan bagi murid – murid.

Tujuan dari program testing adalah :
untuk keperluan seleksi, yaitu mendapatkan murid – murid yang memiliki potensi yang sesui dengan tuntutan sekolah.
untuk penempatan murid sesuai dengan kemapuan masing – masing program pendidikan pada umumnya. Penempatan siswa sesuai dengan kemampouannya dalam pendidikan disebut juga dengan penjurusan siswa.
untuk pelaksanaan kegiatan sehari – hari. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah penggunaan hasil test psikologis untuk konseling.

2.         Pemahaman Terhadap Siswa :
Setiap siswa sebagai individu mempunyai perbedaan – perbedaan, mempunyai cirri khas tersendiri, mempunyai selera dan minat tersendiri. Mereka perlu dipahami secara tepat. Ketepatan didalam pemahaman individu merupakan sutu modal yang sangat berharga. Untuk memahami siswa, diperlukan suatu alat ukur. Ada dua macam alat ukur yang dapat dipergunakan, yaiitu (1). Alat ukur test dan (2). Alat ukur non test ( Ruslan Abul Gani, 1986 )
Alat ukur non test termasuk di dalamnya dalah : wawancara, observasi, angket, sosiometri, dan lain – lain. Sedangkan yang termasuk dalam alat ukur test adalah : tes baka ( kemampuan khusus ), test intelegensi (kemampuan umum), tes kepribadian, test prestasi belajar, test minat, yang akan dibicarakan dalam bagian ain buku ini.
Pemahaman terhadap siswa akan lebih lengkap dengan mempergunakan bahan hasil dari pengukuran alat testing. Setelah memahami siswa dengan teknik testing, maka langkah selanjutnya adalah mengklasifikasikan data tersebut. Data ini meliputi : prestasi belajar, intelegensi, bakat, kepribadian dan minat siswa. Dari factor – factor tersebut, masing – masing dikelompokkan hal–hal yang  positif dan negative, atau kelebihan dan kekurangan.
Factor yang positif atau kelebihan individu merupakan bahan yang perlu dikembangkan dan diberikan pengarahan. Sedang factor yang negative atau kelemahannya dijadikan bahan preventif. Baik factor kelebihan maupun factor kekurangan pada diri individu yang bersangkutan selain diketahui oleh para orang tua, guru atau pembimbing, perlu diketahui pula oleh siswa yang bersangkutan. Dalam hal – hal tertentu yang menyangkut kelemahan individu, diperlukan teknik tertentu di dalam cara penyampaiannya (dengan mempergunakan teknik koseling). Sehingga individu dapat memahami dan menerima kelemahan dirinya ; untuk dijadikan bahan prventif. Demikian pula kelebihan dan kemampuan yang dimiliki dapat dikembangkan maksimal.

3.                  Perbedaan Individual :
siswa sebagai manusia adalah makhluk social, namun juga makhul individual. Sebagi makhluk individual, maksudnya dalah masing – masing, sehingga ada perbedaan antara individu satu dengan individu yang lain. Menurut Ruslan A, Gani ( 1986 ), perbedaan – perbedaan individu terdapat dalam hal :
Kecakapan Individu, yang terbentuk :
a.1.Kecakapan Nyata :
Dapat dilihat antara lain pada prestasi belajar yang berbentuk skore – skore atau nilai – nilai yang terdapat pada : hasil ulangan, pekerjaan rumah, nilai rapot dan sebagainya. Hasil ini dapat menggambarkan bahwa prestasi yang bersangkutan baik, cukup, atau kurang. Para orang tua atau guru dapat membaca dan mengartikan makna yang tersurat dari arti prestasi tersebut.
a.2. Kecakapan Potensial:
kecakapan ini adalah suatu kecakapan yang masih terpendam. Maka ornag tua, atau guru tidak dapat segera dapat mengetahui dan memahami kecakapan potensial ini akan lebih tepat bila mempergunakan : Alat Ukur Test. Pada umumnya terat korelasi antara kecakapan nyata. Dan kecakapan potensial.
Dengan alat ukur test tersebut hasil pengukuran akan lebih tepat, eksak, dan objektif; sebab setiap alat ukur test sudah memiliki persyaratan : yaitu tingkat reliabilitas    (ketepatan pengukuran ) dan tingkat vadilitas (ketepatan pengukuran). Kedua hal tersebut dilakukan dengan penelitian yang cermat dan akurat.
Kecakapan potensial ini antara lain adalah bakat. Bakat bersifat hereditas ; yaitu factor keturuna dari orang tua. Namun hal ini tidak dapat dipisahkan dari perlakuan lingkungan; termasuk di dalamnya factor pendidikan (teori konvergensi : William S). Bakat ada dua macam : bakat khusus dan bakat umum yang disebut juga intelegensi.
Kepribadian :
kepribadian individu merupakan perpanduan antara temperamen dan karakter.
Perpanduan antara temperamen (bersifat hereditas) dan karakter (dipengaruhi lingkungan). Terwujudlah suatu kepribadian yang khas ; yang akan mendandai bahwa kepribadian yang bersangkutan berbeda denga du yang lain. Kepribadian juga bersifat unik untuk menandai individual dalam berbuat, bertindak, berpenampilan dan sebagainya.
Minat :
Setiap individu mempunyai minat tersendiri. Minat timbul karena adanya informasi, atau pengetahuan tentang suatu pekerjaan, benda, situasi. Minat individu ditandai dengan adanya rasa senang dan tidak senang, suka dan tidak suka terhadap suatu pekerjaan, benda situasi dan sebagainya.
Yang penting di sini adalah memberikan informasi atau pengetahuan yang benar dan tepat, yang memberikan gambaran apa yang individu tersebut minati.

  ISSUE - ISSUE DALAM BIDANG TESTING
Persoalan pokok yang saat ini mempengaruhi testing meliputi isue professional, moral dan social.

Isue – isue Profesional
Ada tiga isue professional yang berperan penting pada kedudukan tes psikologis saat ini maupun pada saat yang akan datang, yaitu : landasan teoritis, adekuasi tes dan penaksiran lawan prediksi klinis.

                                                           Dasar Teoritis
Professional Issues                             Adekuasi Tes  .
                                                            Penaksiran lawan prediksi klinis
Dasar Teoritis
Satu hal yang terpenting yang perlu digaris-bawahi dari suatu tes adalah keandalan hasil tes (reliabilitas). Reliabilitas terletak di atas validitas. Suatu tes yang tidak reliable tidak akan mempunyai makna, oleh karena itu suatu tes dituntut memiliki bentuk yang stabil. Tester dalam hal ini berpendapat bahwa manusia memiliki karakteristik yang stabil (misalnya, inteligensi) dan kecenderungan respon yang stabil pula (misalnya, sifat-sifat ). Kemampuan ini melibatkan kombinasi factor-faktor yang berubah. Kombinasi factor-faktor ini disebut sebagai indeks kompetensi individu yang diyakini berhubungan dengan skor tes kemampuan yang digunakan sekarang ini.
Suatu teori yang konsisten dengan data yang ada akan mempostulatkan bahwa semua manusia normal memiliki kemampuan untuk beradaptasi mengubah lingkungan sekitarnya. Tes psikologis didasarkan pada teori-teori fungsi manusia. Sayang sekali, validitas dari teori ini dan penekanan asumsinya kurang terbukti. Sehingga tidak ada kata sepakat tentang definisi inteligensi, kepribadian, normal dan abnormal.  Oleh karena itu revolusi dalam teori-teori psikologis merombak tes-tes psikologis.

Adequasi Tes
      Adekuasi tes merupakan issue kedua dalam issue professional. Sebagai catatan, isue yang nyata dalam testing adalah tentang bagaimana tes tersebut digunakan. Ada yang berpendapat bahwa tidak ada suatu tes yang lebih baik dari suatu tes yang sering menghasilkan kesimpulan yang salah. Tidak diragukan lagi, ada situasi yang menganggap, bahwa lebih baik tanpa hasil tes daripada memiliki hasil tes.
      Pada akhirnya bagaimana suatu tes itu digunakan ditentukan oleh hokum atau pengadilan.Tes-tes yang meragukan harus dicurigai bagaimana tingkat keakuratannya.
 Prediksi statistic versus Prediksi klinis
Issue ketiga ini mengenai keakuratan prediksi yang dibuat oleh pemakai tes. Tes harus dilaksanakan dalam setting yang standart dimana pelaksana tes dapat mengamati perilaku testi. Dalam keakuratan prediksi ini, ada dua kubu yang bertentangan, yaitu :
Prediksi Klinis
adalah proses pengintegrasian data yang didasarkan pada pengalaman dan keputusan intuisi. Prediksi klinis ini hampir sama dengan penelitian studi kasus.
Prediksi Statistik
adalah suatu metode prediksi yang didasarkan pada sampel observasi empiric. Data  yang diperoleh kemudian diklasifikasikan dalam kategori yang menggambarkan penampilan testi.
Labeling
      Diagnosis yang dilakukan terhadap seseorang, baik itu dignosis tentang penyakit fisik maupun kondisi psikologis akan memberikan label pada orang tersebut. Label akan mempengaruhi seseorang dalam menerima bantuan. Seseorang yang divonis sakit schizophren kronis, misalnya, tidak bisa diobati, tentu saja hal ini akan memperparah keadaan orang tersebut.
Jika seseorang dinyatakan sakit, maka dia tidak bisa disalahkan atas penyakit tersebut dan dia tidak bertanggungjawab atas penyakitnya. Hal ini akan  menjadi lebih baik, bila mereka yang diberi label “terganggu “ secara psikiatris bertanggungjawab atas kehidupan mereka jika mereka ingin lebih baik.
Labeling juga menyebabkan seseorang menjadi pasif, toleransinya terhadap stress rendah, dan membuat penangannya menjadi lebih sulit. Oleh karena itu sebaiknya kita menghindari labeling.

Pelanggaran Privasi
      Ketika seseorang merespon tes psikologis, mereka seringkali merasa bahwa privasi mereka dilanggar oleh alat-alat tes yang disajikan. Anggapan ini muncul karena banyak tes yang dijual bebas dan public tidak menyadari keterbatasan tes psikologis. Hal ini merupakan kesalahpahaman yang serius. Tes psikologis memiliki keterbatasan dan tidak dapat melanggar privasi seseorang. Pelanggaran privasi terjadi jika informasi tentang hasil tes digunakan secara tidak layak. Psikolog dalam hal ini dibatasi secara etis dan hukum, dalam menggunakan hasil tes tersebut.

Issue Sosial
      Isue social juga merupakan hal yang mempengaruhi bidang testing. Yang termasuk dalam issue social adalah, de- humanisasi, kegunaan tes, dan akses layanan tes psikologis
    
                                                           Dehumanization
Sosial Issues                                       Usefulness of Test
                                                          Access to Psychological Testing Services
       
Dehumanization
      Salah satu issue social dalam bidang tes adalah kecenderungan de-humanisasi yang tersembunyi dalam proses testing. Sebagai contoh, analisis computer untuk mendapatkan hasil suatu tes psikologis. Tekhnologi semacam itu cenderung meremehkan kebebasan dan keunikan individu. Oleh karena itu, pemakaian computer untuk menginterpretasi haasil tes harus dievaluasi kembali.
 Usefulness of Test
      Suatu tes akan  tetap berguna selama mereka menyediakan informasi yang menghasilkan prediksi  dan pemahaman yang lebih baik. Masyarakat menggunakan tes modern dalam skope yang luas. Yang pertama militer, sekolah, psikiatri sampai industri dan bisnis, mereka mengakui pentingnya tes psikologis dalam bidang mereka. Selama suatu tes masih menjalankan fungsinya, maka tes tersebut akan selalu digunakan

Access to Psychological Testing Services
      Siapakah yang dapat melayani tes psikologis ? Beaya tes psikologis mahal? Praktek-praktek swasta di kota metropolitan biasanya meminta fee yang mahal untuk layanan tes psikologi. Kenyataan tersebut menyebabkan masyarakat memiliki keterbatasan untuk memanfaatkan layanan tes psikologis
      Pada umumnya pemerintah mempunyai program asuransi kesehatan yang memberikan perawatan medis kepada semua orang. Tetapi implementasinya sampai sekarang masih belum memadai. Salah satu program yang diusulkan adalah kesehatan mental dan layanan psikologis. Bila program tersebut berjalan, maka semua orang        yang membutuhkan layanan tes psikologis dapat dengan mudah memanfaatkannya, namun bila tidak maka layanan testing menjadi benar-benar terbatas.
Title : Asesmen Psikologi
Description : A. SEJARAH PERKEMBANGAN ASESMEN PSIKOLOGIS Sangat sulit diketahui kapan sebenarnya tes mulai digunakan oleh manusia. Pada jaman k...

0 Response to "Asesmen Psikologi"

Post a Comment