Feeling Guilty (Perasaan Bersalah)



Semua orang yang hidup di dunia pasti pernah melakukan kesalahan. Wajar dan itu natural karena kita adalah manusia biasa yang pasti mempunyai kekurangan dan melakukan kesalahan. Lalu apa sesungguhnya yang dimaksud dengan perasaan bersalah atau Guilty feeling itu sendiri?

Pengertian Merasa Bersalah

Guilty feeling/ perasaan bersalah menurut para ahli psikologis adalah suatu kondisi emosional yang dihasilkan dari pemahaman seseorang bahwa telah terjadinya perbuatan dan tindakan penyimpangan standar moral (Barton, 1992). Para ahli sepakat bahwa rasa bersalah ini bersumber dari kepedulian yang tinggi individu terhadap standar moral yang berlaku bagi dirinya atau berlaku dalam masyarakatnya.

Rasa bersalah ini bersumber dari dalam diri individu yang bersifat internal. Ini yang membedakannya dengan rasa takut yang biasanya terkait dengan faktor eksternal seperti ketakutan akan dihukum akibat melanggar suatu peraturan tertentu yang dibuat secara eksternal.

Rasa bersalah ini sering pula disebut sebagai "a self administered punishment." Yaitu, suatu proses pemberian hukuman terhadap diri sendiri akibat dari adanya kesadaran terhadap nilai atau moral tertentu. Biasanya intensitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan ketakutan terhadap hukuman karena adanya pelanggaran aturan yang datang dari luar.

Seorang Prajurit yang terus menerus mandi setelah melakukan suatu penyerbuan ke suatu desa merasa dirinya sangat kotor. Ini merupakan suatu refleksi dari sikap bersalahnya karena telah menewaskan banyak penduduk yang tidak bersalah termasuk anak-anak dan wanita. Ia merasa begitu bersalahnya sehingga terus menerus mandi yang secara psikologis dapat dimaknakan sebagai ritual pembersihan diri terhadap rasa bersalah yang ia rasakan.

Rasa bersalah perlu dibedakan dari rasa malu. Rasa malu merupakan reaksi menyembunyikan diri dari dan akibat dari penilaian orang atas kekurangan, kekeliruan, atau pelanggaran kita. Rasa malu tidak harus bermuatan rasa bersalah dan rasa bersalah tidak harus berisikan rasa malu. Sebagai contoh, kita malu karena hasil ujian kita jauh di bawah nilai rata-rata kelas. Dalam contoh ini kita tidak harus merasa bersalah akibat nilai kita yang rendah itu. Yang membuat kita malu ialah anggapan bahwa teman-teman memandang rendah diri kita, anggapan yang muncul dari logika sederhana bahwa yang tinggi selalu meremehkan yang rendah.

Sebaliknya, kita mungkin saja merasa bersalah karena telah menyogok seorang petugas namun kita tidak merasa malu sedikit pun. Kita beranggapan perbuatan menyogok merupakan perbuatan yang umum dilakukan oleh banyak orang jadi tidak perlu merasa malu. Di sini kita dapat menyimpulkan bahwa rasa malu dan rasa bersalah tidak harus saling terkait. Bahkan dalam kasus tertentu, rasa bersalah dan rasa malu yang seharusnya ada, justru tidak muncul. Misalnya, sekelompok massa memukuli sampai babak belur atau sampai membunuh seorang pencuri tanpa merasa bersalah atau pun merasa malu dengan perbuatan "heroiknya."

Apakah merasa bersalah merupakan suatu masalah? lalu kapankah perasaan ini bisa dikatakan sebagai suatu masalah?

Guilt is a part of the emotional and psychological make up of every human being. Rasa bersalah adalah bagian dari make up emosional dan psikologis setiap manusia. We all have it. Kita semua memilikinya. Namun, seperti halnya dengan emosi kita yang lain - seperti marah, takut, dan bahkan cinta - rasa bersalah harus seimbang. Lalu, kapankah rasa bersalah ini menjadi masalah bagi individu?

Rasa bersalah adalah emosi hati nurani kita bahwa kita telah melakukan sesuatu yang salah. Kita bisa mengumpamakan rasa bersalah sebagai suatu sistem alarm yang membantu kita untuk mengetahui kapan kita berada di luar garis. Ketika kita mengetahui hal yang tepat untuk dilakukan dan kita tidak melakukannya, kita akan merasa bersalah. Dan itu adalah sesuatu yang lumrah karena setiap individu pasti pernah merasakannya. Namun, jika kita "merasa" bersalah sepanjang waktu, maka ada ketidakseimbangan dalam sikap mental kita tentang tindakan kita dan diri kita sendiri. Emosi itulah (rasa bersalah) yang memungkinkan untuk mengendalikan kita dan itulah yang menyebabkan kita semakin “membeku” dengan rasa bersalah. Oleh karena itu, kita perlu memeriksa diri kita sendiri. Apakah kita memiliki alasan untuk merasa bersalah? . Apakah kita menyinggung seseorang, melanggar hukum, atau bertindak dalam cara yang anti-sosial? . Jika jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan ini adalah tidak, maka perasaan bersalah adalah alarm palsu. Ketika emosi bersalah memegang kendali dan membuat kita merasa bersalah tanpa alasan, maka hasilnya adalah berpikir irasional. Kita harus menemukan cara untuk membawa emosi kita ke dalam keseimbangan oleh evaluasi jujur situasi.

Sebenarnya, rasa bersalah bukanlah gangguan jiwa; rasa bersalah adalah salah satu bahan yang menghasilkan gangguan jiwa. Dari rasa bersalah yang berlebihan muncullah masalah-masalah neurotik seperti gangguan obsesif-kompulsif, depresi, dan kecemasan. Mungkin bagi sebagian dari kita, rasa bersalah tidaklah sampai menciptakan gangguan neurotik tetapi bagi yang lainnya, rasa bersalah cukup mengganggu kehidupannya. Dia merasa lumpuh, tidak berani bertindak, takut keliru, dan akhirnya tidak memaksimalkan potensi diri. Penyandang rasa bersalah yang berlebihan identik dengan penyandang cacat; keduanya terbatasi dalam pengaktualisasian diri.

Rasa bersalah merupakan suara tuduhan dari dalam diri kita atas kegagalan menjadi atau melakukan sesuatu. Rasa bersalah bisa muncul akibat tudingan dari telunjuk orang lain maupun dari dalam bahwa kita gagal mencapai standar yang kita tetapkan untuk diri sendiri. Bak cemeti, rasa bersalah mencambuk kita sebagai hukuman atas kekurangan, kekeliruan, atau pelanggaran kita.

Rasa bersalah bukanlah sesuatu yang salah sehingga harus dilenyapkan begitu saja. Ada tempatnya untuk rasa bersalah yang sejati yakni tatkala kita berdosa, baik terhadap Tuhan maupun sesama manusia. Namun, kadang kita terbelit oleh rasa bersalah semu, yaitu rasa bersalah karena kita tidak berhasil mencapai target yang telah kita tetapkan untuk diri sendiri dan target ini tidak berkaitan dengan dosa, baik terhadap Tuhan maupun sesama kita.

Penyebab Rasa Bersalah

Sebelum kita menindaklanjuti rasa bersalah tersebut, perlu dilakukan pengamatan yang mendalam mengenai penyebabnya. Ada 2 hal yang sangat berbeda mengenai penyebab rasa bersalah: 1) kesalahan yang sebenarnya (dikonfirmasi oleh norma/hukum) ; 2) 'hanya' perasaan bersalah (tindakan yang harus diambil untuk kepentingan yang lebih besar).

Untuk perasaan bersalah yang diakibatkan oleh sebab pertama: kesalahan yang objektif, maka perasaan tersebut bukan untuk diatasi melainkan untuk mengambil tindakan perbaikan/pencegahan terjadinya kesalahan lanjutan atau untuk diingat agar tidak terulang di masa depan.

Untuk penyebab yang kedua, kesalahan yang relatif/subjektif, dapat diatasi dengan meyakinkan diri bahwa tindakan yang telah dilakukan adalah demi kebaikan yang lebih luas. Kesalahan seperti ini dapat dianggap sebagai proses belajar, seperti kata pepatah: sepandai pandai tupai melompat terjatuh juga atau kesalahan adalah keberhasilan yang tertunda, maka seseorang akan segera bangkit dari perasaan bersalah.

Saya kira, satu hal yang kita sayangkan, kegagalan kita mencapai sesuatu yang kita targetkan seringkali membuat kita menyalahkan diri sendiri secara berlebihan. Rasa bersalah yang berlebihan seperti ini justru melumpuhkan motivasi kita untuk mengejar target. Rasa bersalah berorientasi ke belakang dan menyoroti aspek "mengapa tidak" yang tidak dapat terjawab atau diubah lagi. Rasa bersalah yang tidak pada tempatnya akan menguras energi yang sebenarnya bisa kita gunakan untuk melangkah maju dan membangun ulang.

Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, rasa bersalah pada dasarnya adalah bentuk penghukuman yang kita jatuhkan pada diri sendiri. Rasa bersalah merupakan perasaan yang menyiksa dan dengan tujuan itulah kita terus menerus menghujamkan kalbu kita dengan rasa bersalah. Masalahnya ialah, kita tidak tahu kapan kita harus berhenti dan berkata, "cukup!"

Cara Mencegah Rasa Bersalah?

Untuk langkah awal harus anda sadari bahwa anda tidak sendiri. Bahkan ada orang-orang yang lebih parah dari anda dalam menghadapi rasa bersalah. Seseorang bisa sampai tidak mengenali diri karena perasaan bersalah yang terus menerus menyiksa. Berusaha keluar dari rasa bersalah dan terjun ke lingkungan,terus mencoba bersosialisasi untuk mereduksi rasa tersebut merupakan tindakan yang bijak.

Pada dasarnya, bagus seseorang yang masih memiliki perasaan seperti itu, ada kesempatan untuk bercermin (intropeksi) dan memperbaiki diri dalam bergaul, etika dan berbicara. Berikut ini beberapa kiat agar kita bisa terhindar dari rasa bersalah :

  1. 1. Kenali diri sendiri, gaya bicara dan bersikap. Penting untuk senantiasa belajar dari yang pernah dilakukan. Apabila menurut kita salah atau kurang pas dalam memperlakukan orang lain, hindari atau jangan dilakukan.
  2.  Kalau pernah merasa sakit hati diperlakukan oleh orang lain, atau teman, jangan anda lakukan juga terhadap orang lain, itu juga akan sama menyakitkan hati.
  3. Bersikaplah senantiasa positif, walaupun disepelekan. Tugas anda adalah bersikap baik kepada yang lain. Kalau disepelekan atau tidak dibalas dengan baik juga, biarkan saja karena itu bukan urusan kita. Untuk berbaik sangka, berpikirlah mungkin dia sedang tidak enak hati. Misalnya anda tersenyum menyapa, tapi dibalas dengan ejekan atau dicibir. Biarkan saja, senyum sapa anda sudah mendapat pahala.
  4. Kalau anda seorang muslim, biasakan untuk sholat dengan khusuk. Sering membaca Alqur'an. Kalau perlu sholat malam.
  5. Bangun rasa optimis dan tercerahkan.
  6. Biasakan untuk meminta maaf kalau menurut anda itu adalah kesalahan yang telah anda lakukan. Apabila tidak dimaafkan, biarkan, kewajiban anda meminta maaf sudah dilakukan.
  7. Senantiasa berusaha jangan melakukan kesalahan dua kali.
Disamping kiat-kiat di atas,ada beberapa hal juga yang mesti diperhatikan. Jikalau perasaaan bersalah itu masih ada kaitan dengan orang lain, Maka segeralah meminta maaf karena hal itu akan menimbulkan kelegaan. Akan tetapi,tapi jika rasa bersalah itu terhadap diri sendiri cobalah anda berusaha untuk berdamai dengan diri anda sendiri ,katakan "diriku " maafkan aku dan aku tidak akan berusaha untuk melakukan kesalahan lagi . Lakukan yang terbaik untuk menyakinkan diri anda. Camkan dalam hati anda bahwa NO BODY PERFECT. Hentikan memberi kesempatan perasaan itu muncul, dan segera pikirkan hal yang rasanya menyenangkan yang pernah terjadi dalam hidup, seperti memikirkan hal yang menyenangkan yang membuat perasaan bahagia di waktu-waktu dekat ini, hal-hal kecil misalnya : bercanda dengan adik kecil, kakak, atau apapun yang tetap membuat hati selalu senang.
Title : Feeling Guilty (Perasaan Bersalah)
Description : Semua orang yang hidup di dunia pasti pernah melakukan kesalahan. Wajar dan itu natural karena kita adalah manusia biasa yang pasti m...

5 Responses to "Feeling Guilty (Perasaan Bersalah)"

  1. Rasa bersalah sebenarnya indikasi bahwa kita telah berada di luar batas standar kehidupan.
    Alangkah baiknya untuk memiknta maaf dan memaafkan semua pihak-pihak yang pernah menyakiti anda.
    Salam santun.
    menang BERSAMA
    hidup adalah PERJUANGAN

    ReplyDelete
  2. Permisi kak, ini ngga ada referensinya?

    ReplyDelete
  3. Halooo kakak adminn, bersyukur banget bisa buka dan baca artikel ini.. step by step dan alasan rasa bersalah yang passs dengan realitas nya, sangat terbantu dengan artikel ini, kiranya bisa terus berkarya menulis artikel² lainnya... Terima kasih kakak admin 🙏😇

    ReplyDelete